Keracunan Protein Hewani
Proses pemanfaatan protein memang tidak semudah anggapan “dimakan lalu diserap”. Ada semacam proses ‘asimiliasi’ dari protein dan tubuh yang harus dilalui. Ia dipecah menjadi asam amino yang lebih sederhana sebelum dari sana disatukan lagi menjadi semacam ‘protein baru’ yang bisa dimanfaatkan. Jumlah unsur asam amino protein hewani yang banyak dianggap ideal. Sedangkan protein nabati dengan jumlah asam amino yang lebih sedikit, dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan.
Benarkah demikian? Sejatinya tidak begitu. Tubuh manusia secara anatomi fisiologi cerna tidak terlalu cocok untuk mengkonsumsi protein hewani. Mulai dari susunan gigi, kerja sistemnya, hingga panjang organ cerna yang terlalu jauh. Ketidak cocokan ini juga tergambar dari kesulitan tubuh memproses saat asam amino protein hewani dipecah dan disatukan lagi. Jumlah asam aminonya yang terlalu banyak membuat tubuh acap melakukan ‘kekeliruan’ saat menyatu ulang sesuai kebutuhan hingga terbentuklah sampah-sampah dalam sel. Yang rentan membuat sel menjadi cacat.Problem yang justru tidak ditemukan tubuh saat mengasimilasi protein nabati yang jumlah asam aminonya lebih sedikit dan sederhana. Itulah sebabnya kini gerakan mengkonsumsi protein nabati dalam beragam bentuk menjadi opsi utama bagi yang peduli pada gaya hidup sehat alami.
Terlalu Banyak
Doktrin lain yang rentan merusak kesehatan pelaku olahraga pembentukan badan adalah aturan untuk mengkonsumsi protein hewani sesuai gramatur tubuh. Sejatinya kebutuhan tubuh untuk protein disederhanakan dalam pemahaman berikut “perkilogram berat badan membutuhkan 1 gram protein”. Semisal berat tubuh Anda 50 kilogram, maka tubuh membutuhkan 50 gram protein perhari.
Berdasarkan hukum itu, makan oleh banyak pelaku olahraga ditarik sebuah kesimpulan yang sebenarnya kurang tepat. Agar tubuh bisa membentuk otot lebih baik, jumlah kebutuhan protein digandakan, atau lebih, per kilogram berat badan. Jadi tidak aneh bila seseorang dengan berat badan diwajibkan mengkonsumsi protein hewani sekitar 150 – 250 gr protein hewani per hari.
Pendiktean ini sebenarnya bertentangan dengan hukum dasar kesehatan yang lebih mendasar, “apapun yang ada di luar kebutuhan pasti akan melahirkan keburukan” Sebaik apapun unsur yang dimasukan ke badan, saat ia terlalu banyak di luar kebutuhan, tentu akan membuat penyakitan. Hal sama berlaku untuk protein hewani.Tubuh tidak mampu mencerna protein hewani dalam jumlah banyak. Kerja sistem cerna akan bermasalah saat jumlah yang masuk ada dalam kapasitas tidak normal, panjang organ cerna juga rentan membuat protein hewani membusuk saat sedang diproses. Penguraian tidak sempurna dari protein hewani akan menghasilkan beragam unsur seperti hidrogen sulfida, indole, gas metana, amonia, histamin, dan nitrosamin yang akumulasinya akan berbalik meracuni tubuh.
Membuat Sampah Yang Sulit Dibuang
Salah satu masalah utama dari protein hewani yang membuatnya tidak baik dikonsumsi terlalu banyak adalah karakternya yang miskin serat. Protein hewani tidak mengandung serat dalam bentuk pektin atau selulosa yang tidak terpengaruh oleh sistem cerna manusia. Semisal, saa terkena asam lambung, kedua unsur ini tidak menciut, hingga saat masuk ke usus ia akan membuat usus penuh, dan makanan mudah didorong oleh gerakan pijit, perislatik, pada usus. Kedua unsur ini kaya dalam tumbuhan.
Protein hewani akan cenderung menciut saat masuk dalam sistem cerna. Ia menyusut secara drastis begitu bersentuhan dengan asam lambung. Akibatnya ia gagal membuat usus menjadi penuh. Gerakan peristaltik usus harus susah payah memijit agar makanan bisa berpindah dari satu titik ke titik lain. Karakter mudah menciut ini juga membuat protein hewani menjadi pembentuk tinja yang buruk. Ia juga sulit dipijat oleh tubuh keluar dari badan. Akibatnya tumpukan menumpuk di usus besar, mengeras, bahkan mengerak. Sebelum itu ia terakumulasi menjadi sampah yang membusuk dan sebagian dikembalikan dengan diserap oleh badan.Beragam cara ‘putus asa’ ditempuh tubuh untuk mengeluarkan sampah yang sulit dibuang itu. Termasuk melalui buang angin, atau kentut, nafas, hingga keringat. Jangan heran bila mereka yang rutin terlalu banyak makan daging sering dilaporkan memiliki aroma nafas hingga keringat yang berbau. Dan karena racun itu ‘dipaksa’ keluar lewat pori-pori kulit, jangan kaget bila menemukan kasus seperti teman saya yang tubuhnya dipenuhi oleh jerawat. Apapun yang dikonsumsi di luar batas kewajaran akan menghasilkan masalah bagi badan. Apalagi protein hewani! Rentan membuat tubuh keracunan.
Comments
Post a Comment