Jatuh Sakit Karena Apa Yang Kita Lakukan


Suatu hari saya diajak makan siang oleh pasangan suami istri yang masih kerabat dekat.  Awalnya istrinya yang masih sepupu ibu saya mengeluh terkena diabetes, padahal jarang makan nasi. “Bingung nih, gimana caranya? Ketemuan yuk, makan siang gitu” Sebuah rutinitas yang kerap terjadi sejak saya dikenal banyak orang terkati gaya hidup sehat. Jadilah siang ini kami bertiga bertukar pikiran.

“Kan gue suka olahraga, harusnya badan sehat dong, lho ini kok malah masih ada masalah dengan empedu” Keluh sang suami duluan. Sebuah masalah klasik berpikir yang sangat umum. 

Saya menjawab singkat, “Kesalahan paling umum dan utama, para pecandu olahraga mengira bahwa mereka bisa makan apa saja” Mereka berdua membelalak. “Lho bukannya memang begitu?” 

Sambil tertawa kecil saya menjelaskan. “Pelaku olahraga rutin, amatir maupun serius, sebenarnya harus lebih memperhatikan makanan mereka ketimbang orang yang tidak suka olahraga” 

Kalimat yang pastinya membuat mereka berdua pusing sendiri. 


Memilah Informasi

Saya meneruskan paparan tadi, olahraga memang baik untuk beberapa hal. Mungkin dalam konteks memelihara kualitas otot, persendian, dan tulang. Bisa juga untuk menjaga koordinasi kerja antara paru-paru dan jantung dalam mensirkulasikan darah ke seluruh tubuh. Tapi ada fenomena lain yang terjadi dalam rutinitas melakukan sebuah olahraga, Aktivitas fisik seperti olahraga akan meningkatkan pasokan oksigen dalam badan. 

Secara normal, apapun yang bersentuhan dengan oksigen akan mengalami oksidasi. Suatu kondisi kerusakan molekuler yang akan merembet merusak sel tubuh dan secara berangsur merusak ke hal lebih besar. Ini yang tidak terlalu diperhatikan banyak pehobi olahraga. 

Apa yang mereka lakukan justru membuat efek oksidasi dalam tubuhnya makin parah. Dan bukannya berhati-hati mengkonsumsi makanan kaya antioksidan untuk mencegah, mereka malah mengira bisa makan sembarangan.

Masalah batu empedu yang diderita sang suami ini semisal. Mayoritas batu empedu diduga terbentuk akibat pengerasan kolesterol yang tertimbun dalam cairan empedu. Hal ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara jumlah kolesterol dan  senyawa kimia dalam cairan tersebut. 

Kenapa tubuh menimbun kolesterol? Proses oksidasi berlebihan dalam tubuh akan membuat pembuluh darah menggetas dan mudah pecah, pemanfaatan kolesterol adalah cara naluriah tubuh mencegah pembuluh darah agar kembali elastis. 

Ironis bukan? Dan konyolnya pelaku olahraga getol makan apapun tanpa peduli nilai kolesterol tinggi, hanya karena mengira ia sudah melakukan aktivitas fisik yang bisa membuatnya aman.


Teh dan Kopi

“Kalau diabetes gue gimana?” Tanya sang istri gantian. Saya sih sederhana saja tinggal menembak pada minuman yang dipesan, segelas teh. “Pernah gak kebayang kalau ini adalah salah satu penyebab?” Mereka jelas protes “Kan udah gak pake gula!” Saya tergelak. 

Teh, atau kopi acap menyebabkan peminumnya merasa mendapatkan energi baru, ini yang membuat banyak dari mereka ketagihan. Walau setelah itu mereka merasa lemas, akibatnya mereka minum lagi teh dan kopi untuk mencari sensasi sama. 

Mereka tidak sadar, fenomena itu menyebabkan gula darah berkali-kali mengalami lonjakan. Ini jelas bukan perkara mudah bagi pankreas, organ yang bertanggung jawab mengeluarkan insulin agar gula darah normal. Orang yang rutin minum kopi lalu terkena diabetes sih seharusnya gak boleh protes. 

“Itu baru teh dan kopi, belum kebiasaan buruk lain, makan protein hewani keseringan semisal” Papar saya sambil menjelaskan lebih jauh. Akhirnya mereka berdua menjadi lebih jelas  mengapa masalah kesehatan bisa terjadi

Seperti umumnya informasi di era global seperti sekarang, informasi tentang kesehatan memang banyak. Tapi kita tidak perlu bingung, apalagi menjadi apriori menutup telinga karena menganggap itu menyusahkan. 

Sebuah informasi tetap bisa dipilah mana yang baik, mana yang benar, mana yang buruk, dan mana yang salah? Ini cuma masalah keseriusan niatan kita untuk memilah-milah secara benar.


Minum Kopi atau Air Putih?

Semakin lama kita ngobrol, semakin hangat topiknya. Bila di awal sang suami sering memotong-motong kalimat saya saat dia merasa apa yang disampaikan kontroversial atau berbeda denga keyakinannya. 

Lama-lama dia jadi lebih sabar mendengarkan saya memaparkan segala sesuatu, berusaha mencerna, menunggu saya selesai bicara, baru bertanya atau membuat kesimpulan. Dengan begini malahan dia jadi lebih cepat menangkap logika secara mendasar.

Seperti bahasan tentang apa yang diminum saat olah raga? Banyak sekali orang yang memenuhi kebutuhan hidrasi tubuhnya berdasarkan informasi yang diberikan oleh iklan komersial. Mengira itu sehat dan menjadikannya minuman utama saat olahraga. Well, kadang juga terpengaruh oleh cita rasa yang ditawarkan minuman tersebut. 

Sayangnya dalam kenyataan, alih-alih memberikan kebutuhan mendasar tubuh akan cairan, minuman kemasan banyak sekali yang memberikan masalah. 

Semisal kandungan gula yang sangat tinggi, yang otomatis memberikan masalah gula darah. Mayoritas minuman komersil yang umum diminum saat olahraga tersebut biasanya bersifat pembentuk PH asam, saat diminum dia akan mengganggu PH darah stabil manusia yang seharusnya bersifat cenderung basa. 

Akumulasi masalah ini yang membuat olahraga bukannya menyehatkan malah membuat penyakit bertambah.

Ada lagi yang suka sekali minum teh atau kopi sebelum, saat, atau seusai olahraga. Ini salah satu kesalahan paling fatal yang dilakukan. Rasa haus dalam level sensasi mungkin hilang, tapi kebutuhan sel tubuh untuk menghidrasi dirinya sama sekali tidak tercapai. 

Kopi bersifat diuretikal, membuang cairan tubuh. Kadang ekuivalensi-nya bisa mencapai tiga kali lipat volume yang masuk. Jadi bila saat olahraga Anda minum 1 gelas kopi, bersiap-siap tubuh Anda kehilangan cairan tubuh hingga tiga gelas ukuran sama. Ini jelas berita buruk bagi kesehatan. Jangka pendek maupun panjang. 

“Jadi minum apa dong?” Tanya kerabat saya, sang istri. “Sederhana, tubuh didisain untuk minum hanya air putih! Proritaskan minum hanya itu! Dan usahakan pilih yang berkualitas”


Berpikiran Terbuka

“Wah informasi beginian sebenarnya harus banyak orang yang tahu ya? Karena banyak sekali yang mengira kebiasaan model begini itu sehat, padahal sama sekali nggak” Ujar sang istri. Masalahnya memang tidak semua orang mampu memproses sebuah informasi baru seperti seharusnya sebuah informasi diproses. 

Banyak orang memproses sebuah informasi hanya saat menguntungkan atau sejalan dengan apa yang dia lakukan. Bukannya memilah secara proporsional, mengkaji secara objektif, lalu menarik pelajaran. Kebiasaan minum kopi dan kesehatan adalah sebuah contoh mutlak dari fenomena ini.

Banyak orang berputar-putar pada masalah kesehatan yang sama dan semakin lama semakin parah. Sayangnya mereka dibingungkan oleh informasi simpang siur sehingga tidak menyadari bahwa masalah utama mereka sering sekali disebabkan oleh apa yang dilakukan sendiri. Lalu bukannya memperbaiki apa yang salah itu, kebanyakan dari mereka hanya fokus pada upaya pengobatan. 

Seperti diabetes, dianggap sebagai penyakit genetik yang tidak bisa diobati, tapi gaya hidup penyebabnya jarang dicari secara benar. Akibatnya kebiasaan buruk yang potensial jadi penyebab, diulang-ulang terus setiap hari. 


Minum kopi tadi semisal, banyak penderita diabetes yang hanya mengubah gula biasa yang mereka pakai dengan gula rendah kalori dan mengira bahwa mereka sudah melakukan upaya hidup sehat. Ya jangan heran kalau kemudian diabetesnya makin parah. 

Sayangnya lagi, berapa orang yang menerima informasi seperti ini punya pikiran terbuka untuk menerima? Sedikit. Mayoritas menolak, dan memihak pada kebiasaan yang sudah lama dilakukan. Bahkan mencari pembenaran.

Ya jangan heran kalau lantas penyakitnya bisa menyeret ke kematian yang penuh penderitaan.  Seperti dikutip dari ucapan legendaris Thomas Dewar, pebisnis ulung legendaris asal Skotlandia

“Otak itu seperti parasut, dia terbuka dulu, baru berfungsi”



Comments

Popular posts from this blog

Tentang Ibu Saya & Kanker Paru-parunya

Salah Diet Ngakunya Healing Crisis