Bubur Yang Membuat Orang Sakit Tambah Sakit

Saya tersenyum melihat sebuah foto makanan di sosial media, bubur. Pengantar untuk foto ini adalah makanan yang dikonsumsi karena sedang sakit. Kalimat tersebut membuat saya terkenang pada cerita seorang teman sesama pelaku pola makan sehat Food Combining (FC) terkait kondisi yang sama

“Anak gue kemaren diopname DBD eh keluar rumah sakitnya cepet banget lho. Dibanding sakit yang sama jaman gue belon kenal FC” Paparnya dengan muka sumringah. “Memangnya bedanya di mana?” Tanya saya. “Yang pasti makanan rumah sakitnya. Banyak yang gue singkirin, dan gue ganti atau request yang sesuai juklak FC lah” Jawabnya. “Apa aja emang yang elu singkirin?” Selidik saya lebih jauh. “Sesuai juklak dari elu lah, susu, teh, dan ini yang gue sebel, karena paling sering nongol tiap waktu makan, bubur!”

Ada apa sih dengan bubur? Bukannya dia makanan wajib yang umum dikonsumsi saat kita sedang tidak sehat atau dirawat di rumah sakit. Kenapa membuat masalah?


Dianggap Makanan Ringan

Bubur adalah makanan yang dibuat dengan komposisi beras atau pati tidak berimbang dengan air saat diproses. Ada yang perbandingannya 1 banding 3, 1 banding 5 atau bahkan lebih. Hasilnya makanan yang encer, bahkan relatif bisa dibilang cair, tinggal diseruput, dan nisbi kunyah. Kadang malah bisa diminum. Kondisi ini membuat banyak orang mengira bahwa sejatinya bubur adalah makanan yang ringan untuk dikonsumsi. Terutama saat bubur punya sifat yang cepat mengenyangkan, sekaligus membuat lapar lagi. Jadi jangan heran bila bubur dianggap makanan yang ringan, ideal untuk sarapan.

Sejatinya bubur tidak seringan yang dikira. Malah sebenarnya memberatkan dalam sisi kontradiktifnya. Mengapa? Karena dianggap lunak, encer, dan malah cair, bubur sering dikonsumsi secara kilat, cepat, begitu saja. Tanpa dikunyah! Rasanya aneh bila ada orang yang mengkonsumsi bubur dengan cara dikunyah. Kan sudah ‘hancur’, mosok dikunyah lagi? Padahal dalam proses mengunyah ini ada proses yang lebih penting dari sekedar menghancurkan makanan. Lidah akan bergerak untuk membolak-balik makanan hingga tercampur baik dengan air liur.  Ada apa dengan air liur? Dalam air liur terdapat enzim, katalis atau pemicu, proses cerna bernama Ptalin. Enzim ini adalah enzim pertama yang bertemu dan berfungsi mencerna makanan.

Itu sebabnya mereka yang makan bubur, terutama yang mengidap penyakit lambung, sering melaporkan suasana perut yang tidak enak pasca menyantapnya. Kembung, sebah, atau bahkan rasa melilit. Indikasi utamanya karena makanan tersebut tidak tercampur air liur, sehingga enzim ptalin tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai agen pembuka sistem cerna. Belum lagi bila bubur dimakan dengan aneka topping atau penyerta yang berbeda karakter dengan proses cerna karbohidrat, seperti ayam, sapi, buah-buahan dan lain sebagainya. 


Bubur Membebani Sistem Cerna

Tugas utama enzim ptalin adalah mencerna karbohidrat sebagai molekul yang kompleks menjadi molekul sederhana yang lebih kecil sehingga bisa diserap oleh tubuh kita. Bubur yang langsung ditelan saat dimakan akan melompati fase ini. Itu sebabnya dia menjadi masalah lanjutan bagi sistem cerna. 

Nisbi bantuan enzim ptalin, proses perubahan zat tepung dalam bubur menjadi karbohidrat dapat diserap tubuh kemudian disalurkan oleh darah agar menjadi energi yang dapat digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, gagal terjadi dengan baik. Itu sebabnya bukannya menjadi energik, banyak orang yang pasca mengkonsumsi bubur, malah menjadi mengantuk dan lemas. Ini sering disalah artikan orang bahwa bubur adalah makanan ringan yang tidak bisa membuat tubuh terpenuhi kebutuhannya secara lengkap.

Sementara orang yang sakit membutuhkan banyak energi untuk menyembuhkan diri. Bila dari makanan yang masuk saja sifatnya membebani sistem cerna dan menyedot energi tubuh, bagaimana proses penyembuhan bisa terjadi? Ini yang menjadi penjelas secara sederhana, mengapa bubur adalah makanan yang membuat orang sakit menjadi lebih sakit. Akhirnya kemampuan tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri menjadi terhambat. Dan untuk membantu penyembuhan diperlukan tambahan peran dari obat. Bahkan bila obat tidak berhasil membantu, diperlukan tindakan invasif kesehatan seperti operasi atau lain sebagainya. 


Keliru Dianggap Makanan Sehat

Salah kaprah menganggap bubur makanan ringan membuat makanan ini juga sering dikonsumsi sebagai sarapan sehari-hari. Asumsinya adalah makanan ini ringan dan tidak membebani aktivitas tubuh di pagi hari yang dianggap belum terlalu siap mengkonsumsi makanan berat. Kita sudah tahu bahwa paham ini salah sekali. Tapi ada yang lebih konyol lagi.

Beberapa orang menganggap bubur bisa diubah menjadi makanan sehat dengan menambahkan penyerta yang dianggap sehat. Semisal bubur oatmeal yang dicampur dengan buah-buahan. Oat memang bisa dianggap sebagai alternatif sumber karbohidrat yang cukup baik. Well, tergantung sumbernya dari apa dan bagaimana proses pembuatannya juga sih. Tapi mengkonsumsinya dengan buah yang punya karakter cerna berbeda membuat makanan ini malah jauh dari menyehatkan.

Buah memiliki gula alami yang bernama fruktosa. Sifatnya sangat agresif bagi elemen lain saat ada di sistem cerna, terutama lambung. Ia cenderung merusak. Itu sebabnya buah sebaiknya dikonsumsi secara ekslusif, jauh sebelum mengkonsumsi makanan lain. Atau makanlah buah dalam keadaan perut kosong. Dan pelaku makan sehat seperti FC, punya ritual mengekslusifkan buah sebagai menu sarapan. 

Buah juga punya waktu cerna yang relatif lebih cepat ketimbang elemen makanan lain. Ia hanya dicerna dalam waktu sekitar 15-30 menit. Sementara sumber karbohidrat lain rata-rata menghabiskan waktu 45 – 90 menit. Perbedaan waktu cerna ini juga rentan menimbulkan masalah serius bagi pencernaan. 

Sejatinya tidak ada makanan yang dikonsumsi manusia melompati fase kunyah, dalam artian melewati proses pencampuran dengan air liur. Itu sebabnya idealnya kita minum hanya air putih yang berkualitas baik. Jus buah atau sayuran, memang kapasitasnya diminum juga, tapi jangan lupa campurkan dengan air liur agar proses cernanya sebagai bagian dari karbohidrat bisa berlangsung sempurna. Mengganti makanan dengan bubur, justru membebani sistem cerna, bukannya meringankan. Orang sakit diberi makan bubur? Dia malah tambah sakit!






Comments

Popular posts from this blog

Tentang Ibu Saya & Kanker Paru-parunya

Salah Diet Ngakunya Healing Crisis

Jatuh Sakit Karena Apa Yang Kita Lakukan