Meluruskan Pemahaman Tentang Detoksifikasi
Sedang marak isu tentang detoksifikasi. Beberapa pertanyaan dialamatkan ke saya tentang aktivitas perawatan kesehatan yang satu ini. Uniknya mayoritas pertanyaan ini menggambarkan betapa paham sesungguhnya upaya pembersihan ini mayoritas masih salah.
- Pertanyaan Pertama:
“Detoks ini bisa sehari aja tiap minggu? Jadi badannya dikasih kesempatan sehari untuk membersihkan diri dari sampah yang ditumpuk selama 6 hari lainnya”
- Pertanyaan Kedua
“Aduh gue abis makan ngaco banget nih, dibersihin pake detoks kali ya? Biar gak ngerusak kesehatan ngaco-ngaconya itu”
-Pertanyaan Ketiga
“Berat badan gue udah kacau banget nih! Ngelangsinginnya biar cepet pake detoks aja kali ya?”
Untuk semua pertanyaan ini saya hanya bisa menjawabnya dengan senyuman belaka. Karena seputar efek dari kegunaan detoksifikasi, pertanyaannya ngawur semua! Secara harfiah kekacauan paham ini lahir akibat maraknya program detoksifikasi dikomersilkan lewat berbagai macam media. Ada perusahaan jus yang mengedukasi bahwa setiap seminggu harus ada satu hari untuk melakukan detoks, dengan hanya minum jus buatan mereka. Itu jelas logika yang menyesatkan dan membingungkan banyak orang.
Tentang Detoksifikasi
Secara umum detoksifikasi adalah penggambaran upaya sistematis mengeluarkan tumpukan substansi yang telah menumpuk di dalam tubuh dan berubah sifat menjadi ‘racun’ yang merugikan kesehatan. Kata racun tentu harus diberi tanda kutip, karena bukan sesuatu yang mematikan secara instan atau cepat, tapi perlahan mengganggu fungsi tubuh dan secara pasti merusak kesehatan dalam jangka panjang.
Secara natural sebenarnya tubuh sudah memiliki kemampuan detoksifikasi. Anda tidur di malam hari saja, fungsi lever sudah secara alamiah melakukan detoksifikasi. Lalu limbahnya dibuang di pagi hari dalam bentuk buang air besar, buang air kecil, dan keringat. Namun sering kemampuan alami itu berangsur menghilang efektivitasnya dari kehidupan manusia, karena gaya hidup di era modern. Pola makan yang buruk dan pola istirahat yang tidak maksimal jadi biang keladi penyebab paling besar. Ini sebabnya kenapa program pembersihan semacam detoksifikasi ditemukan, karena dianggap perlu mendukung fungsi alamiah tubuh yang acap terganggu karena perubahan tuntutan pola hidup
Secara sengaja melaparkan diri dalam program detoks, adalah salah satu metode yang turun temurun telah dikenal. Bahkan menjadi bagian signifikan dalam ritual berbagai agama samawi. Yang kita kenal dengan nama puasa. Belakang ditemukan fakta bahwa saat kita lapar terkendali, tubuh akan mengaktifkan Lysosome substansi dalam sel yang berfungsi mendaur ulang energi yang tidak berfungsi baik akibat tumpukan sampah dalam sel. Hasilnya kemudian dipergunakan untuk mengalokasi ulang nutrisi ke proses lain yang lebih berguna untuk tubuh.
Program detoksifikasi memang beragam, namun yang populer dan secara ilmiah terbukti berguna biasanya tidak berbeda jauh satu dan lainnya. Secara ekslusif mengkonsumsi buah dan sayuran segar atau keduanya sekaligus dengan hanya minum air putih selama beberapa hari adalah metode terbaik yang umum dilakukan. Manfaat nutrisi, serta ringannya beban cerna bisa menginisiasi energi ekstra bagi tubuh dan melakukan pembersihan. Yang selama ini, bisa jadi, terbengkalai akibat buruknya gaya hidup.
Bukan Upaya Pembersihan
Walau tindakan ini berjudul detoksifikasi, dan ada kata ‘detoks’ di dalamnya. Mempergunakan detoksifikasi sebagai upaya membersihkan tumpukan sampah dalam tubuh adalah tindakan yang sangat salah. Kita tidak seharusnya memiliki gaya hidup yang membiarkan terjadinya tumpukan sampah dalam tubuh. Cepat atau lambat, kebiasaan ini akan mematikan. Dan tidak ada tindakan ‘jalan pintas’ yang sanggup mencegahnya.
Konsumsi makanan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, miskin serat, tinggi proses, padat gula, didominasi protein hewani, dan lain sebagainya adalah jenis makanan yang memiliki efek buruk serta sulit dibuang oleh tubuh. Minum minuman manis, susu, kopi, teh, soda, dan alkohol juga membuat tubuh harus menampung sampah berlebihan yang tidak gampang dibuang. Apalagi bila semua ini diperparah lagi oleh kebiasaan merokok, atau bergadang, yang membuat lever kesulitan bekerja mengaktifkan sistem pembersihan yang seharusnya terjadi saat waktu tidur tiba.
Sembelit, kulit wajah kusam, jerawatan, gatal-gatal, gangguan kulit badan dan nafas berbau, juga beberapa gejala tidak mengenakkan lainnya adalah contoh betapa tubuh sebenarnya sedang menimbun sampah berlebihan. Semua ini memiliki resiko tersendiri yang berat sangsinya. Semisal sel-sel tubuh yang sarat sampah, akan mudah berubah fungsi serta sifat. Rentan menjadi sel kanker.Mengandalkan program detoksifikasi jelas tidak akan mampu memberikan solusi bagi masalah seperti ini. Katakanlah seseorang melakukan pembersihan ala detoks terjadi di satu saat, lalu setelah itu dalam keseharian ia kembali ke kebiasaan buruk menumpuk sampah tubuh. Suatu saat ia akan ambruk dan tidak ada tindakan yang bisa menyelematkannya.
Bukan Upaya Tebus Dosa
Makan seenaknya dalam satu periode beruntun juga tidak bisa dihapus dengan melakukan tindakan detoksifikasi. Ini bukan upaya tebus dosa. Pernah satu waktu seseorang melaporkan ia dirawat di rumah sakit karena melakukan detoksifikasi. Awalnya sepintas terlihat ia seperti menyalahkan program tersebut. Selidik punya selidik rupanya ia melakukan detoksifikasi karena upayanya untuk menebus dosa akibat rentetan makan seenaknya yang sudah dilakukan. Libur hari raya, dilanjutkan libur cuti kerja, dan berujung pada liburan lain yang semuanya identik dengan melimpahnya makanan enak.
Apapun yang kita makan pasti akan meninggalkan ‘bekas’ dalam tubuh. Bila ingin yang membekas adalah hal positif, makanlah sesuatu yang memberikan imbas positif bagi tubuh. Sebaliknya mengkonsumsi apapun yang buruk, akan meninggalkan bekas yang juga buruk bagi tubuh. Akumulasi apapun yang membekas ini tidak akan bisa dibersihkan dengan jalan pintas apapun. Termasuk program detoksifikasi.
Tumpukan masalah kesehatan yang muncul dalam tubuh seseorang lahir dari kebiasaan menahun yang buruk. Menggandakan keburukan itu dengan makan seenaknya beruntun jelas terlalu berat untuk bisa ditanggulangi lewat program detoks. Bila seseorang makan enak sesukanya, melakukan detoksifikasi sebagai upaya tebus dosa, kemudian jatuh sakit lalu menjadi lebih parah. Ya jangan salahkan program detoksnya.
Bukan Upaya Melangsingkan
Program detoksifikasi yang dilakukan benar, bisa jadi membuat berat tubuh seseorang menjadi lebih ringan. Ini dikarenakan tumpukan sampah yang, bahkan kadang sudah mengerak, di usus besarnya terkikis lalu terbuang. Atau tubuh mengaktifkan cadangan lemak dari berbagai daerah tubuh untuk mengkompensasi upaya puasa terukur yang dilakukan dalam program detoks.
Tapi itu bukan tujuan utama. Itu hanya efek yang muncul menyertai. Dan bukan melulu acuannya adalah turun berat badan. Dalam beberapa kasus, pasca detoks dan diikuti dengan pola hidup sehat, malah beberapa orang menggambarkan berat badan mereka bertambah secara signifikan. Terutama mereka-mereka yang memiliki masalah dengan kekurangan berat badan.
Memaksakan mengurangi berat badan dengan mengandalkan puasa detoks, akan memberikan efek negatif. Semisal frekuensi puasanya akan dipaksakan secara tidak wajar. Dalam keadaan lapar tidak terkendali, lisosom akan mendaur ulang bukan saja sel-sel sampah, tapi juga sel-sel yang sebenarnya sehat. Dan ini bisa berakibat sangat fatal.
Isu paling utama adalah tubuh yang sehat mencari sendiri berat idealnya. Program detoksifikasi adalah cara untuk membantu tubuh menjadi sehat. Merekayasa program ini untuk tujuan lain yang salah, menurunkan berat badan misalnya, akan memberikan efek fatal belakangan. Jangan heran bila akibat ini beberapa pihak menganggap tindakan detoksifikasi sebagai hal yang membahayakan.
Thanks ilmunya. Inspiratif banget.
ReplyDeletePuji Tuhan semoga bermanfaat
DeleteTerimakasih ilmunya pak.
ReplyDeleteJujur saya tidak pernah melakukan detok karena tidak sanggup lapar misalnya makan buah saja selama seharian...😂
Sebelumnya galau, kok orang lain bisa detok saya tidak bisa, memulaipun malas.
Setelah membaca ulasan diatas ternyata menambah pemahaman saya ternyata kalau pola makan harian sdh baik tdk perlu detok, Terimakasih suhu.
"Tidak Perlu" ya salah juga, saya pun masih periodik setiap tahun
Delete