"Makan Sering" Bukan Solusi Masalah Lambung


“Perut saya gak boleh kosong, jadi saya harus sering makan. Dikit tapi sering” Papar seseorang dalam kotak pesan sebuah aplikasi sosial media. “Tapi makin ke sini penyakit lambung saya kok malah makin parah ya? Emang sih katanya gak bakalan sembuh seumur hidup, tapi kan saya udah disiplin makan sering, kok tetep aja sering kambuh?”

Sebuah masalah klasik yang lahir dari salah kaprah pemahaman tentang masalah lambung


Bukan Masalah Makan Sering

Masalah klasik tersebut sebenarnya lahir dari masalah yang tidak dipahami benar. Secara mitos dipercaya lambung kosong adalah pangkal dari masalah. Awalnya berangkat dari perkiraan terlambat makan yang membuat tubuh kehilangan satu komponen krusial pelangsung hidup. Akibatnya tubuh memberi sinyal gangguan lambung, semisal dengan produksi asam berlebihan, yang identik dengan kondisi stres. Lapar salah satu manifestasi stres juga bukan? Kondisi ini berlarut-larut melahirkan pemahaman salah di mata masyarakat umum, gangguan lambung lahir karena perut kosong. Meleset dari logika penyebab awal, makan tidak teratur.

Kesalahan pikir ini membuat gangguan lambung menjadi berlarut karena tindakan pertama pencarian solusi yang digunakan masyarakat umum salah. Makan dilakukan sering! Dengan tujuan supaya perut tidak kosong. Ironisnya tindakan ini tidak pernah memberikan solusi. Dan membuat banyak orang frustasi, seperti ilustrasi cerita di awal. Dipatuhi ternyata tidak membuat penyakit lambung mereda, malah semakin parah dari waktu ke waktu.  Fenomena yang berujung banyak pihak, ahli kesehatan sekalipun, mengira penyakit ini adalah penyakit seumur hidup, tanpa solusi, kecuali upaya kendali. Dengan rutin minum obat semisal. Solusi yang sebenarnya bukan solusi, malah potensial membuat masalah baru. Kenapa ini bisa terjadi?

Ada beberapa logika penjelasan. Salah satunya adalah kerja alamiah organ tubuh manusia. Sejatinya sistem cerna berlaku hukum siklus. Di mana di waktu tertentu aktivitas organ cerna menjadi aktif dan di jam tertentu dia menjadi pasif. Salah satu contohnya yang sering dibahas adalah teori siklus sirkadian, di mana tubuh membagi kerja sistem cerna dalam periode 8 jam-an. Periode pertama 04.00 – 12.00 sesi pembuangan, 12.00 – 20.00 sesi pengkonsumsian makanan, 20.00 – 04.00 sesi penyerapan.  Lambung adalah salah satu organ yang tidak terlalu aktif bekerja di sesi pembuangan dan sesi penyerapan. 

Mempercayai mitos makan sering bisa berakibat membuat siklus alamiah ini terganggu. Makan di waktu larut malam misalnya, jelas mengganggu fungsi dan kondisi lambung. Di siklus seharusnya lambung ada dalam kondisi pasif, malah dipaksa bekerja kembali. Apalagi kalau yang dimakan berisi konten yang sulit cerna. Pemaksaan abnormal ini berangsur akan membuat gangguan lambung kian parah.


Apa Yang Kita Makan

Solusi apa yang harus dijalani untuk keluar dari labirin ini? Apakah ternyata benar bila penyakit lambung itu adalah penyakit seumur hidup, yang saat sudah terkena tidak lagi bisa sembuh dan hanya bisa dikendalikan dengan konsumsi obat-obatan?

Tentunya tidak! Pelaku makan sehat yang benar menemukan solusi permanen tanpa harus tergantung obat-obatan atau tindakan invasif medis lainnya. Secara sederhana mereka tinggal memahami hukum “makanan apa yang harus dikonsumsi dan apa yang tidak baik dikonsumsi?” Dengan mengkonsumsi apa yang harus dikonsumsi, tubuh akan terlimpahi oleh konten berguna, yang tidak hanya bisa dimanfaatkan tubuh memenuhi kebutuhan tapi juga bisa digunakan untuk memperbaiki kerusakan.

Sayangnya memang dunia kesehatan konvensional kita belum terlalu mengelaborasi konsep pencegahan dan perawatan, jadi isu makan sehat yang sesuai dengan sistem cerna manusia masih berwujud sebagai pengetahuan yang asing. Tidak heran bila makanan yang dianggap sehat malah makanan yang membuat problem lambung jadi berlarut-larut. Misalnya, sistem cerna manusia adalah cenderung ke arah herbivora, pemakan tumbuhan, tapi makanan sehat yang diyakini secara umum ada dalam kualitas tertinggi adalah protein hewani. Akibatnya lambung menjadi salah satu organ yang menjadi korban duluan.

Lambung manusia akan kebanjiran asam lambung bila makanan yang dominan adalah protein hewani. Mengapa? Salah satu penjelas sederhananya karena pemecah protein adalah enzim pepsin, yang kendaraannya adalah asam lambung. Jadi semakin banyak protein hewani dikonsumsi, semakin banyak kendaraannya, asam lambung, diproduksi. Kita sudah paham bahwa lambung yang didominasi oleh asam, jelas akan melahirkan masalah besar. Lambung juga bereaksi buruk pada kopi, teh, soda, alkohol serta makanan-minuman yang berbasis kemasan, pabrikan, rekayasa rasa, tuna enzim dan lain sebagainya. Salah pemilihan makanan bila dikombinasikan dengan kebiasaan salah kaprah ‘makan sering’ bisa menjelaskan mengapa masalah lambung seakan menjadi problem yang mustahil disembuhkan.

Padalah pelaku makan sehat yang benar, seperti Food Combining contohnya, saat mereka mengkonsenstrasikan konten makanan pada makanan yang cocok. Mereka menemui kesehatan berangsur membaik dan gangguan kesehatan menghilang. Termasuk penyakit lambung. Dan serunya ini berlangsung permanen. Selama mereka patuh untuk menyuplai tubuh  dengan aneka makanan berbasis vegetarian, terutama dalam bentuk segar, dan melimpahi minum air mineral berkualitas, masalah lambung tidak akan kembali lagi. Yang pasti mereka juga tidak perlu merepotkan diri dengan ritual makan sering-sering.


Comments

Popular posts from this blog

Tentang Ibu Saya & Kanker Paru-parunya

Salah Diet Ngakunya Healing Crisis

Jatuh Sakit Karena Apa Yang Kita Lakukan