Beritahu Penderita Kanker Kalau Mereka Sakit Kanker
Dalam satu kesempatan seorang teman berdiskusi mencurahkan kerisauannya akibat kerabat dekatnya yang menderita kanker. “Masalahnya keluarga terdekat, memutuskan untuk tidak memberi tahu kepada beliau bahwa ia menderita kanker” Keluhnya. “Oh ya? Wah padahal kalau dia diberi tahu dia bisa bersiap lebih dini” Jawab saya. “Makanya, tapi gimana ya, keluarganya takut ia malah jadi stres berat”
Masalah klasik yang umum sekali terjadi di kalangan penderita kanker dan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Niatan melindungi yang sebenarnya sangat menghambat proses penyembuhan seorang penderita kanker
Takut Menjadi Tekanan Batin
Kanker memang menakutkan. Penyakit ini lama menjadi momok di masyarakat. Dan walau semua orang berusah menghindarinya, tapi bagaimana cara menghindarnya secara pasti masih belum diketahui mutlak. Itu sebabnya saat salah satu anggotanya menderita penyakit kanker, keluarga sering enggan memberi tahu. Mayoritas alasan yang diberikan seragam, bahwa nanti penderita kanker bisa jadi stres, yang akan membuat kondisi kesehatannya kian memburuk. Ketakutan bahwa tekanan batin akan mempengaruhi kesehatan seseorang memang tidak terlalu salah.
Stres berkepanjangan bisa membuat daya tahan tubuh menurun, kemampuan tubuh menghambat laju perkembangan koloni sel kanker pun terganggu. Selain itu depresi yang berkepanjangan bisa menurunkan kualitas hidup secara signifikan. Terus menerus merasa gelisah serta resah, sulit menikmati keriaan yang ada di sekitar. Bahkan terkadang mengutuki keadaan terus menerus.
Apalagi bila membicarakan tekanan mental yang dihadapi keluarga waktu penderita kanker mengalami perubahan sikap dalam menjalani hidup. Lebih berat lagi tantangan yang harus dihadapi. Kendala bertubi yang menanti seperti ini membuat banyak keluarga berkeputusan untuk menyimpan rapat informasi seseorang didiagnosa menderita kanker. Dan membiarkan sang pasien tidak mengetahui sebenarnya apa yang terjadi?
Menghambat Proses Koreksi
Benarkah keputusan demikian? Ini yang harus dikoreksi. Menurut salah satu penelitian terbaru oleh Anand P dan Kunnumakkara AB yang dirilis dalam jurnal US National Library of Medicine National Institute of Health Kanker adalah penyakit yang basisnya kesalahan gaya hidup. Pencegahan dan pengobatannya jelas dengan mengkoreksi apa yang salah tersebut. Temuan ini mematahkan persepsi umum yang sering mengkaitkan kanker dengan penyakit genetik. Karena menurut penelitian ini, genetik hanya memainkan faktor sekitar 3 -5% dari keseluruhan populasi penderita kanker.
Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tanpa perubahan gaya hidup, kita justru menghambat kemungkinan kesembuhan permanen bagi penderita kanker. Setidaknya sekalipun bukan sembuh permanen, tapi kemampuan mengendalikan koloni sel kanker agar tidak mengambil alih fungsi tubuh. Dalam teori pengubahan gaya hidup, diharapkan tubuh menjadi mampu mengisolasi sel-sel kanker agar tidak mampu berkembang biak dengan baik. Apa-apa yang mensejahterakan kehidupan sel kanker juga meningkatkan kemampuan mereka menggandakan diri, dihindari serta dijauhi.
Semisal lewat beragam penelitian, ditemukan ketergantungan tinggi sel kanker pada gula. Bila seseorang punya kecenderungan untuk mengkonsumsi banyak makanan manis dalam beragam bentuk, makanan cepat saji, minuman bersoda dan lain sebagainya, lalu divonis terkena kanker, jangan harap ia bisa melepaskan diri dari masalah kanker bila kebiasaan tersebut tidak segera dienyahkan dari dirinya.
Belakangan ditemukan juga hal sama berlaku bagi kebiasaan minum kopi, teh, makan protein hewani, makanan prosesan, dan sejenisnya. Selama kebiasaan ini terus menerus dipelihara, mengharapkan kemampuan tubuh membantu kesembuhan dari penyakit kanker bisa persentasenya amat kecil. Setidaknya untuk mendapatkan kualitas hidup yang diinginkan.
Komitmen Berdasarkan Pilihan
Kemampuan memilih tersebut hanya bisa dihadirkan bila penderita kanker diberikan informasi jauh di depan terhadap apa yang mereka hadapi. Bukan baru diberi tahu saat kondisinya sudah sangat parah. Ironisnya pilihan ini berujung membuat seorang penderita akan dilanda stres berat juga bukan?
Bila isu perubahan gaya hidup yang dipilih adalah dengan mengkonsumsi banyak antioksidan dan menghindari makanan prosesan, seorang penderita kanker yang telah diberi tahu, bisa segera mengambil sikap sesegera mungkin begitu ia diberi tahu dan diedukasi tentang kanker.
Ia bisa memilih untuk sesegera mungkin memulai menjalankan pola hidup seperti #RawFood, atau pola makan yang lebih sederhana seperti #FoodCombining. Ia otomatis akan menjauhi makanan yang memudahkan koloni sel kanker berkembang dalam tubuhnya. Seperti makanan padat gula, makanan sampah, tinggi protein hewani, dan sejenisnya. Demikian juga dengan minuman, penderita kanker akan menghindari minum alkohol, kopi, susu, dan teh. Lalu berpaling untuk ekslusif hanya minum air putih secara rutin. Atau bila menginginkan pasokan anti oksidan dalam level maksimum menggunakan mesin #AirKangen untuk memproses air putih berkualitas dalam bentuk terbaik.
Saya sendiri belum pernah menemukan penyintas kanker yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita kanker. Apapun jalur yang mereka tempuh, terapi medis konvensional, pengubahan gaya hidup, ataupun kombinasi dari keduanya. Mereka yang tahu bahwa dirinya menderita kanker, setidaknya punya kesempatan untuk mengambil komitmen atas pilihannya.
Comments
Post a Comment