Penyebab Nyata Kurangnya Produksi ASI

Satu waktu saya sedang makan siang dengan seorang teman. Dia punya profesi sampingan sebagai pendamping ibu menyusui. Kebetulan saat makan siang itu dia minta ijin untuk nyambi menerima salah satu kliennya. Singkat cerita saat makan siang tiba, teman saya kedatangan sang ibu muda dengan isu produk Air Susu Ibu (ASI) bermasalah. Karena kami makan di pusat jajanan, saya menggeser duduk di meja sebelah. Tapi jaraknya tidak jauh-jauh amat. Jadi pembicaraan mereka tetap terdengar. 

Sepanjang perbincangan, teman saya sibuk menghibur kliennya itu dengan kalimat-kalimat membesarkan hati. Ia juga mengingatkan untuk selalu bersyukur dan relaks. Menjauhi kondisi tekanan jiwa. Saya agak geli sendiri, karena sesi konsultasi ini berubah macam seorang motivator sedang menyemangati pemirsanya. Teman saya terus berbicara untuk menekankan pentingnya ketenangan jiwa. Bahwa dalam suasana relaks, tubuh ibu menyusui akan mudah memproduksi oksitoksin. Hormon yang salah satu fungsi pentingnya untuk mensekresi air susu, karena kemampuannya merangsang kontraksi bagian-bagian vital pada kelenjar payudara demi membuat ibu produktif menghasilkan susu.

Seusai sesi mereka, saya kembali bergabung dengan teman tadi. Kami berbincang-bincang seputar masalah kesehatan. Dia lalu bertanya apa pendapat saya tentang sesi yang diberikan barusan. “Agak abstrak sih yang elu bicarain” Jawab saya singkat. “Maksudnya?” Tanyanya sambil mengangkat alis. “Iya elu bicara stres, produksi oksitoksin yang terganggu karena tekanan, bersyukur punya bayi dan lain sebagainya. Sementara ada perilaku dia yang lebih jelas dan bisa jadi biang keladi masalah kenapa ASI susah?” Teman saya membelalakkan mata. “Eh bagaimana-gimana?”

“Lah di depan kita aja dia minum es teh manis, sampe nambah dua gelas pulak!”


Kurangnya Cairan Tubuh

Buat yang rutin mengikuti edukasi saya, pasti sudah paham arah pembicaraan kenapa mengarah pada minuman seperti teh? Terutama bagi ibu yang sedang bermasalah dengan menyusui. Hanya bagi yang belum terbiasa pastinya bingung ke arah mana pembicaraan saya menuju? Saya agak malas membahas sisi tekanan jiwa, stres, kurang bersyukur dan sejenisnya seperti yang dibahas teman konselor saya tadi. Mestinya itu sudah jadi petunjuk pelaksanaan standar. Sudah banyak yang membahas sisi tersebut. Saya akan melihat dari sisi konkrit.

Mari kita sederhanakan masalah. Namanya saja sudah ASI, Air Susu Ibu. Ada kata air di sana. Otomatis untuk memproduksinya dibutuhkan cairan tubuh yang cukup. Apapun teori yang menyertai, apapun pendekatan yang dilakukan. Kalau cairan tubuhnya tidak mencukupi, ya jangan harap produksi ASI bisa lancar.

Sebelum berkonsultasi, sebelum ikutan sesi meditasi menenangkan diri, sebelum terapi minum jus katuk, sayur katuk dan lain sebagainya sebagai upaya penambahan ASI. Mending dicek dulu, apakah cairan tubuh jumlahnya tercukupi? Bagaimana dengan minum rutin sehari-hari? 


Biang Keladinya Apa Yang Dilakukan Sendiri

Kenapa saya menyorot kebiasaan ibu muda itu minum teh?  Mereka yang rutin mengikuti edukasi saya pasti sangat paham, teh itu salah satu minuman yang memiliki sifat diuretikal, pembuang cairan tubuh. Tubuh berusaha ‘menormalkan’ diri dengan membuang cairan tubuh saat teh masuk. Secara kasar ekuivalensi, atau perbandingan, jumlah cairan keluar saat teh masuk, adalah tiga kali lipatnya. Jadi segelas teh yang Anda minum, bayangkan tiga gelas cairan tubuh dalam jumlah sama harus keluar. Banyak? Tentu saja

Dan ini tidak melulu terjadi pada teh. Kopi, dan alkohol memiliki efek serupa. Hanya saja saya mengasumsikan bahwa banyak ibu menyusui yang berusaha menghindari minuman seperti yang disebut belakangan tadi karena alasan kesehatan. Tapi teh tidak, karena dianggap lebih ringan dan secara budaya lebih normal untuk diminum.

        Saya juga menyoroti satu lagi hal yang sering dilakukan ibu-ibu pasca melahirkan. Upaya untuk melangsingkan diri! Hamil dan melahirkan memang membuat berat badan seseorang melambung, dan pasca hamil keinginan untuk kembali ke berat badan semula biasanya menjadi keinginan utama. Sayang upaya yang dilakukan biasanya tidak dipikirkan efek sampingnya, terutama pada volume produksi ASI. 

Sering upaya pengurangan berat dilakukan dengan mengkonsumsi beragam produk pelangsing yang tujuan utamanya secara drastis menurunkan berat. Karena berat tubuh manusia itu didominasi oleh cairan, otomatis cara tercepat menurunkan berat tubuh adalah dengan obat-obatan itu mengurangi juga jumlah cairan tubuh, lalu dengan cepat bobot pun menyusut. 

Saya juga pernah melihat seorang ibu muda pasca melahirkan menghabiskan waktu berjam-jam berolahraga di pusat kebugaran. Tidak ada yang salah dengan ini. Yang jadi masalah, saat melakukan pemanasan dengan berlari di atas mesin treadmill, ia menggunakan jaket penguras keringat (sweat suit) Ini tindakan yang umum dilakukan mereka yang ingin mengurangi bobot tubuhnya secara cepat.

Kedua contoh di atas adalah mutlak masalah yang dicari sendiri bila dilakukan ibu menyusui. Jangan heran kalau produksi ASI mereka terganggu. Karena cairan tubuh mereka berkurang drastis. Konyolnya tanpa disadari, biang keladi masalah itu sebenarnya adalah hal yang dilakukannya sendiri.


Bukan Melulu Masalah Tekanan Jiwa

Dari sini seharusnya kita bisa berkaca, sebelum menyalahkan masalah kejiwaan, ketenangan diri, relaksasi dan lain sebagainya, seharusnya menoleh pada hal konkrit, Kenapa produksi ASI bisa kurang? Hal-hal yang jelas lebih mudah dicari penanganan solusinya.

Bicara melulu masalah tekanan jiwa, itu merepotkan. Anda harus bergulat dengan beragam hal abstrak, yang bisa jadi tidak sesuai kenyataan. Saya pernah punya teman yang frustasi, karena dianggap stres menjadi pangkal masalah ASI-nya susah keluar. Dia frustasi, karena kesehariannya dia adalah pribadi yang riang, happy go lucky person. Hasil bincang-bincang dengan saya, dia baru sadar, kalau selama ini dia meremehkan upaya hidrasi tubuh dengan minum air putih dalam jumlah cukup.

Pelaku makan sehat, seperti Food Combining (FC) semisal, juga acap melaporkan hasil positif saat mereka menerapkan asupan makanan minuman sesuai kebutuhan tubuh. Produksi ASI melimpah dan kualitasnya tinggi, sehingga bayi menjadi sehat. Saking melimpahnya kadang mereka bisa mendonorkan pada bayi lain. Ada juga testimoni yang mengatakan bahwa kehamilan setelah mereka mengenal FC kualitas ASI yang dihasilkan jauh lebih baik ketimbang sebelum mereka mengenal FC. Sederhana sekali bukan solusinya?

 



Comments

Popular posts from this blog

Tentang Ibu Saya & Kanker Paru-parunya

Salah Diet Ngakunya Healing Crisis

Jatuh Sakit Karena Apa Yang Kita Lakukan