Salah Kaprah Bila Mengira Makan Sehat Itu Tidak Murah

Lu liat ini deh” Seorang teman memberikan telepon genggamnya dan memperlihatkan sebuah meme terpapar di sana. Saya tertawa, karena gambar yang ditampilkan adalah perbandingan produk makanan cepat saji diadu dengan produk menu makan sehat. Di mana harganya berbanding terbalik. Yang satu relatif murah dan yang satu tidak terlalu murah.

“Kalau semua orang mengira bahwa hidup sehat seperti ini, jelas banyak yang malas” Gerutu dia. Saya tidak protes, karena menurut saya, dia tidak salah. “Mana kalau bicara lidah kita familiar dengan yang mana? Gue kira lebih akrab dengan junk food model gini. Udah murah lebih bisa dinikmati” Lanjutnya lagi. Dan saya tetap diam, karena dia pun tetap tidak salah.

“Makan sehat sejatinya itu mudah dan murah, dan tetap enak kok” Jawab saya pendek. “Tapi kalau kayak gini ya gak begitu kenyataannya” Kilah teman saya. “Nah blo’on aja yang ngira makan sehat cuma model gitu


Peluang Bisnis Memanfaatkan Kemalasan

Isu makan sehat itu mahal juga tidak bisa dipungkiri lahir dari ketertarikan orang untuk menjalani hidup lebih baik dari keseharian selama ini. Ketakutan serta kesadaran akan pentingnya pencegahan penyakit membuat minat pada hidup sehat menjadi lebih semarak.

Tapi sayangnya minat tersebut umumnya tidak dibarengi dengan upaya pemahaman serta niatan untuk melakukan dengan serius. Gaya hidup terkini yang sangat mengedepankan pada kepraktisan masih menjadi acuan. Pengetahuan tentang pola makan sehat sejati yang masih sumir menjadi penghalang serius untuk bisa melakukan secara benar. Dan karena terbiasa mendewakan kepraktisan, semangat makan sehat yang sejatinya hadir dari pendekatan individu untuk menyiapkan sendiri apa yang terbaik menjadi satu hal yang merepotkan.

Kombinasi masalah ini ditangkap oleh beberapa pihak sebagai sebuah peluang bisnis. Dan karena isu utamanya adalah bisnis, tentu saja orientasi mendasarnya adalah mencari keuntungan. Itu sebabnya gurauan teman di atas menjadi kenyataan. Peluang bisnis makan sehat diidentikkan dengan harga mahal, karena pangsa pasarnya memang ada. Mereka yang antusias dengan semangat tersebut. 

Peluang bisnis ini juga ditangkap oleh penyedia bahan-bahan makanan sehat. Muncul produk berbasis kesehatan seperti buah sayuran sehat, produk organik, daging ternak organik, bahan mentah makanan impor, dan lain sebagainya. Semua ada karena peminatnya pun ada. Lambat laun stigma ini melebar ke semua sektor yang dikaitkan ke makan sehat  Jadilah kemudian muncul pemahaman menyesatkan bahwa “makan sehat itu mahal”


Masalah Teratasi Asal Mau Memahami

Berangkat dari keseharian yang sebenarnya sudah lama menjadi budaya manusia di Indonesia, makan sehat itu bisa menjadi sangat murah. Dan tentu saja mudah! Keseharian itu adalah berbelanja di pasar tradisional, atau bahkan sekedar menunggu tukang sayur menjajakan jualannya dari rumah ke rumah. 

Negara ini adalah negara tropis, di mana tumbuhan bisa berkembang mudah, tanpa terlalu terganggu perubahan musim. Dan banyaknya gunung berapi di Indonesia membuat banyak sekali daerah memiliki kesuburan tanah yang melebihi rata-rata, akibatnya pasokan hasil perkebunan dan pertanian melimpah ruah dari mana-mana.

Kita tinggal memahami logika paling mendasar tentang kesehatan. Bahwa sejatinya manusia adalah mahluk yang bisa makan apa saja (omnivora) tapi lebih berat ke sisi pemakan tumbuhan (herbivora). Dari sana pemahaman tentang makan sehat menjadi lebih mudah. Kita sudah banyak membahas mengkonsumsi makanan berbasis protein hewani atau produk prosesan akan memberikan banyak masalah kesehatan.

Di sisi ini kemudahan berbelanja sayuran di pasar tradisional menjadi satu kelebihan tersendiri. Saya sering, berbekal selembar uang 50 ribu rupiah,  pergi berbelanja di pasar lalu pulang membawa hasil beberapa kantung plastik besar. Isinya beragam sayuran-buah segar, tahu dan tempe, dan lain sebagainya. Dan dengan memanfaatkan lemari pendingin, mayoritas belanjaan itu bisa bertahan 2-3 hari. Bayangkan 50 ribu rupiah untuk persediaan lebih dari sehari? Siapa bilang makan sehat itu mahal? Kita tinggal mengetahui caranya saja.


Lupakan Kepraktisan Instan

Setelah itu fase selanjutnya adalah kemauan untuk mengeksekusi pengetahuan serta pemahaman tersebut dalam bentuk nyata. Salah satunya belajar untuk menyiapkan sendiri apa yang akan kita makan dan minum. Paling tidak mengetahui prosesnya. Dengan ini gugur sudah gaya hidup yang mendewakan kepraktisan. Segala sesuatu disiapkan instan, atau hanya memanfaatkan produk siap jadi. Lupakan semua itu!

Kemauan untuk belajar berproses adalah kata kuncinya. Menyiapkan makanan, akrab dengan peralatan memasak, mengupas buah, menyiangi sayuran, membuat jus, dan lain sebagainya. Itu cara terbaik untuk menginisiasi komitmen hidup sehat dalam diri kita secara permanen. Hampir semua orang yang sukses menjalani hidup sehat saya temukan mengadopsi pola sama. Setidaknya mereka mengetahui prosesnya, walau mungkin dalam keseharian pelaksanaannya dibantu oleh asisten rumah tangga semisal. Tapi dalam keadaan tertentu di mana pelaku hidup sehat harus menyiapkan apapun sendiri, ia tidak canggung. Sekali lagi, tidak ada celah untuk mengira hidup sehat itu membutuhkan biaya mahal. Pokoknya sangat salah, bila masih mengira demikian.

Dengan ini gugur sudah logika bahwa hidup sehat itu harus mahal, karena menu makan harus berlangganan pada pihak yang mengusahakan catering makan sehat, semisal. Atau makan sehat harus pergi ke resto, kafé, atau warung khusus yang menyediakan menu serupa. Yang penting ada niat dan komitmen untuk berusaha. Serta melupakan niatan untuk serba praktis.


Comments

Popular posts from this blog

Tentang Ibu Saya & Kanker Paru-parunya

Salah Diet Ngakunya Healing Crisis

Jatuh Sakit Karena Apa Yang Kita Lakukan