Obat Herbal Bukan Bagian Gaya Hidup Sehat


Dalam satu momen usai menjadi pembicara di sebuah acara, saya dihampiri seorang ibu paruh baya. Dia minta foto bersama, saya layani dengan senang hati. Di depan kamera telepon pintarnya, ia menggumamkan sesuatu ke saya. “Mas, saya juga sama lho hidup sehat seperti sampeyan” Saya tersenyum senang “Bagus dong bu” Lalu ia melanjutkan lagi “Saya juga sudah ndak minum obat lama sekali lho” Katanya dengan mimik yakin. “Wah bagus sekali, bu. Sejak kapan ibu mulai melakukan pola makan sehat” Tanya saya. “Oh belum mas. Saya baru dengar yang sampeyan sampaikan. Nanti saya mau coba” Jawab beliau. Mimik muka saya agak bingung. “Jadi hidup sehatnya ibu bagaimana?” Ia menjawab, tetap, dengan keyakinan tinggi, “Selama ini minum (obat-obatan) herbal”

Dan reaksi saya, mestinya, terlihat seperti orang terbelalak dengan mata yang melebar layaknya karakter anime Jepang


Obat Herbal Tetap Obat 

Saya sering sekali ‘kecele’ waktu bertemu dengan orang yang mengaku sudah menjalani pola hidup sehat. Basisnya pola tentu saja mengacu pada keseharian yang dilakukan orang tersebut, paling tidak itu asumsi saya. Tapi dalam banyak kesempatan jawaban yang saya terima adalah orang itu mengklaim sudah menjalani hidup sehat dengan mengkonsumsi obat-obatan herbal. 

Banyak orang yang tidak paham, bahwa sejatinya dalam bentuk herbal sekalipun, obat adalah obat. Substansi asing yang dimasukkan dalam tubuh untuk memancing reaksi yang diharapkan. Sembuh dari penyakit adalah hal yang paling sering diharapkan. Dan sesuai asumsi orang kebanyakan yang mengatakan “sehat adalah saat penyakit tidak ada”, mengkonsumsi obat herbal adalah identik dengan pola hidup sehat.

Salah kaprah dalam level yang tergolong parah.  Karena sekali lagi obat ya obat. Waktu Anda terkena penyakit dan baru mengkonsumsi obat, Anda sudah ada dalam level terlambat. Penyakit sudah keburu menyerang Anda. Dalam konteks demikian, efek herbal tidak banyak berbeda dengan obat biasa.

Herbal berasal dari kata herb, tumbuhan yang memiliki daun, kembang dan benih, seringnya digunakan untuk beragam keperluan termasuk pengobatan. Karena basisnya tumbuhan, herbal dianggap lebih alami. Dan saat digunakan tidak akan memberikan masalah bagi tubuh seperti umumnya obat konvensional, yang didapat dari industri farmasi. Tapi benarkah demikian?

Untuk setiap obat, tubuh pasti mengeluarkan reaksi. Organ vital seperti liver pastinya akan menjalankan fungsinya saat obat masuk, ia tidak akan membedakan apakah itu obat farmasi konvensional atau obat yang diklaim herbal. Jadi kalau konsumsi obat herbal diklaim sebagai bagian hidup sehat karena sifat alaminya yang tidak membebani tubuh, reaksi alamiah tubuh ini harus diperhitungkan. 


Regulasi

Belakangan kesadaran untuk hidup sehat berbasiskan apa yang dihasilkan alam makin mewabah. Bisa jadi ini fenomena yang bagus sekali. Tapi apa lacur, tanpa dibarengi pemahaman serta edukasi yang tepat, kesadaran ini mudah meleceng. 

Dimulai dari keinginan menghindari produk obat konvensional farmasi, yang dianggap sebagai bahan penuh ‘bahan kimia’, dan memang diketahui memiliki efek samping yang seringnya membahayakan kesehatan lebih dari penyakit sendiri. Mulailah orang menoleh pada produk yang dianggap ‘bebas’ dari bahan kimia. Salah satunya adalah obat-obatan herbal.

Dari sini saja kita sudah bisa melihat kesalahan mendasar dari pemikiran demikian. Dari kata ‘bahan kimia’ kita sudah bisa melihat salah kaprah tersebut, tidak ada di dunia ini bahan yang tidak memiliki nama kimia, atau setidak paduan dari beragam unsur kimia. Air saja yang dianggap sebagai bahan dasar, tentunya natural, substansi kehidupan punya rumus kimia tersendiri. Produk obat herbal, tentunya juga rangkaian dari produk berunsur kimia juga. 

Jangan dilupakan juga, sesuai dengan permintaan tinggi dari masyarakat, animo produk obat-obatan herbal juga meningkat. Jumlah yang masif ini bisa jadi sulit diatur dalam regulasi yang bisa mengamankan masyarakat pengkonsumsinya. Semisal, saat tersiar kabar bahwa kunyit itu  meningkatkan daya tahan tubuh, berlomba-lomba orang memproduksi obat herbal berbahan dasar suplemen. Ada yang menjual secara resmi, ada pula yang memproduksi secara rumahan bahkan dijual begitu saja di pinggir jalan. Apa lacur dahsyatnya efek isu kekuatan kunyit sebagai herbal ini ternyata memiliki resiko juga. Dalam sebuah penelitian di Jepang ditemukan konsumsi kunyit tanpa kendali bisa memberikan akumulasi unsur mineral tertentu di dalam tubuh, penumpukan dalam liver hingga perubahan warna pada kulit.  


Bukan Gaya Hidup Sehat

Berdasarkan semua ini, sangat keliru bila kita mengatakan bahwa mengkonsumsi obat herbal adalah bagian dari gaya hidup sehat. Semangat gaya hidup itu berangkat dari komitmen untuk menjalani segala sesuatu yang baik bagi tubuh dalam pola rutin dan memudahkan untuk tubuh menyehatkan diri. Anda hidup dengan disiplin serta komitmen tinggi untuk mengawasi apa yang Anda makan, minum, serta mengatur aktivitas fisik hingga mengawasi waktu istirahat secara seksama.

Menunggu sakit lalu minum obat, herbal sekalipun, jelas ada di luar koridor hidup sehat. Pun berusaha mencegah penyakit dengan minum produk herbal tetap ada dalam disiplin yang berbeda dengan hidup sehat. Tubuh harus dirawat baik agar daya tahan tubuhnya kuat dalam mencegah penyakit. Bukan mengandalkan minum obat. Itulah esensi utama dari gaya hidup sehat.

Semisal mencoba memanfaatkan efek allicin dari bawang putih yang diketahui bisa membunuh bakteri, dengan merebus lalu meminum air rebusannya untuk mencegah terserang penyakit, tidak ada bedanya dengan tindakan meminum antibiotik dengan maksud serupa. Di sisi lain, ekstrak pembunuh bakteri yang terdapat dari obat-obatan antibiotik resmi, memiliki kekuatan yang jauh berlipat ketimbang Anda berusaha mendapatkannya dengan merebus bawang putih biasa. Minum rebusan bawang putih bersiung-siung sangat mungkin tidak memberikan kesehatan yang diinginkan..

...kecuali bau mulut yang menyengat.






Comments

Popular posts from this blog

Tentang Ibu Saya & Kanker Paru-parunya

Salah Diet Ngakunya Healing Crisis

Jatuh Sakit Karena Apa Yang Kita Lakukan