Mudah Sakit Saat (Bakteri) Usus Tidak Diurus


Meneruskan pemahaman untuk sehat diperlukan usus yang terawat.  Dalam era pandemi kita menjadi paham tentang satu fakta yang tidak banyak disadari dalam dunia kesehatan selama ini, pentingnya fungsi bakteri dalam usus. Banyak beredar informasi bahwa 70 persen daya tahan tubuh dihasilkan oleh bakteri dalam usus. 

Fakta ini cukup mencengangkan bagi banyak orang. Karena edukasi tentang hal ini tidak berkembang dengan baik di masyarakat. Bahkan beberapa terkesan bertentangan. Semisal, kebiasaan mendahulukan pengobatan berbanding terbalik dengan fakta pemeliharaan bakteri dalam usus. Kecenderungan pemakaian antibiotik amat berbanding terbalik dengan pemeliharaan ekosistem usus. Edukasi makan daging atau protein hewani yang tekesan dominan dan berfungsi baik bagi kesehatan juga amat berlawanan dengan upaya pemeliharaan bakteri baik dalam usus.

Menjadi sehat dengan memelihara bakteri dalam usus adalah suatu upaya yang telah lama terlupakan. Kita harus mengubah total pola berpikir kita, bahkan menabrak banyak sekali kebiasaan yang telah lama diyakini serta dilakukan


Bakteri Usus Penentu Vital Kehidupan

Di dalam usus manusia bersemayam ratusan jenis bakteri. Dengan populasi yang diperkirakan ada ribuan trilyun. Bayangkan betapa kompleksnya kehidupan dalam tubuh kita. Bakteri tersebut sama sekali berbanding terbalik dengan pemahaman negatif kita tentang bakteri. Umumnya kita menganggap bakteri sebagai penyebab penyakit yang harus dibasmi. Kenyataannya banyak sekali bakteri usus yang justru memiliki fungsi vital. Sangat menentukan kualtias kehidupan manusia. Kenapa menentukan? 

Misalnya ada peran satu unsur yang sangat menentukan kehidupan bernama enzim. Ini adalah energi dari sumber kehidupan. Bakteri usus berperan besar dalam memproduksi enzim. Diperkirakan sekitar 3000 jenis enzim diproduksi mereka. Tanpa enzim tubuh kita kehilangan daya pendorong (katalis) untuk melakukan banyak fungsi secara spesifik. Dari sini bisa dipahami betapa vital fungsi bakteri usus bagi kehidupan.

Fungsi lain tidak kalah vitalnya yang kini menjadi tren adalah bakteri tersebut memproduksi sel-sel yang mendominasi daya tahan tubuh manusia. Konon 70% pertahanan tubuh manusia menjadi tanggung jawab bakteri usus. Begitu penting dan lengkapnya peran bakteri demikian, bahkan ‘racun’ sisa pertarungan pasukan daya tahan dengan jasad renik asing juga akan ‘dibersihkan’ oleh bakteri yang ada di usus ini. 

Bakteri-bakteri vital ini hidup dalam tonjolan-tonjolan kecil dinding usus yang bernama vili. Tanpa kehadiran vili yang terpelihara baik, populasi bakteri terancam. Dan berita tidak enaknya adalah vili ini mudah sekali terganggu saat ada masalah dalam usus. Apa saja yang mengganggu vili? Tentunya apapun yang mengganggu usus. Di sini ilmu kesehatan kita secara umum tidak terlatih baik dalam mengedukasi cara memelihara kesehatan usus secara general.


Apa Yang Kita Makan Menentukan Suasana Usus

Edukasi makan sehat yang ideal seharusnya membuat kondisi usus terpelihara. Sayangnya saat ini edukasi yang ada kebanyakan terpusat di hal yang sebenarnya tidak fundamental. Semisal, penghitungan kalori yang njlimet dan bertujuan untuk pemeliharaan berat badan ideal sering disalah kaprahkan sebagai pola makan sehat sesungguhnya. Makanan tinggi kalori dicap buruk, lalu makanan rendah kalori dianggap baik. Padahal sejatinya, banyak sekali makanan rendah kalori yang tidak memelihara suasana usus. Malah sebaliknya, merusak.

Abai memilih apa yang kita makan dan minum juga berperan besar membuat suasana usus tidak ideal bagi bakteri untuk hidup. Contohnya, kebiasaan rutin makan protein hewani yang miskin serat akan membuat usus sulit memijat makanan dan mengakibatkan perubahan wujud otot dindingnya menjadi menebal serta mengeras. Perubahan wujud ini tentu mempengaruhi vili dan tentu juga ekosistem kehidupan bakteri. Hal sama berlaku untuk makanan berbasis terigu yang mengandung gluten bersifat lengket dan cenderung melapis usus, lagi-lagi merusak keberadaan vili. Tidak hanyak makanan, minum susu, kopi, dan teh juga memberi hasil negatif bagi kesehatan usus. Berdasar efek negatif masing-masing, apa yang kita makan dan minum sangat menentukan keberadaan bakteri dalam usus.

Bagaimana dengan obsesi sebagian orang terkait pemahaman tren pentingnya bakteri usus ini? Semisal konsumsi laktobasilus, yang dikenal sebagai bakteri baik, dengan harapan menambah populasi bakteri baik usus. Jawabannya, “Tidak semudah itu Ferguso!” Komposisi bakteri usus membawa kompleksitas tersendiri. Ada 3 jenis bakteri dalam usus, bakteri baik, netral dan jahat. 

Masing-masing memiliki fungsi. Bakteri baik dalam konteks pemeliharaan, bakteri jahat membusukkan bahan tidak tercerna, terbuang agar tidak membahayakan. Jadi bakteri jahat tidak benar-benar jahat. Dia menjadi jahat saat jumlahnya berlebihan. Bakteri netral? Sifatnya ada di tengah antara baik dan jahat, fungsi utamanya masih misterius. Tapi diperkirakan lewat pengamatan ia berubah sifat sesuai kebutuhan, apabila bakteri baik mendominasi, bakteri netral akan bergerak ke arah sama. Demikian sebaliknya. Tapi bakteri baik bisa berkurang, bakteri jahat bisa berlebihan, bakteri netral bisa menguatkan yang jahat bila suasana usus tidak sehat. Ekosistemnya tidak mendukung keseimbangan. 

Dari sini bisa ditarik kesimpulan, sembarangan mengkonsumsi minuman mengandung laktobasilus tidak akan banyak berkontribusi baik, bila suasana ususnya tidak ideal. Bukannya memberi imbas positif, menambah bakteri baik. Bisa jadi malah sebaliknya.


Tren Pola Makan Mempengaruhi Keberadaan Bakteri Usus

Baru-baru ini sebuah penelitian yang dilakukan  Harvard Medical School terkait kotoran manusia kuno (paleofeses) berusia 1.000-2.000 tahun, menghasilkan pemahaman atas beragam jenis makanan yang dikonsumsi saat itu serta keberadaan bakteri usus di dalam tubuh. Di sana ditemukan fenomena menarik, banyak sekali bakteri atau mikroba kuno yang tidak ditemukan pada manusia modern. Menurut Marsha Wibowo, mahasiswi peneliti asal Indonesia yang ada dalam tim tersebut, ada sekitar 61 jenis mikroba yang tidak ditemukan pada manusia modern. Ia mengatakan absennya mikroba tersebut diperkirakan terkait erat dengan munculnya beragam penyakit masa kini. 

Peneliti lain, asisten professor Joslin Kostic mencoba membandingkan makanan era industri manusia masa kini dengan makanan yang mendominasi menu manusia purba. Ternyata ditemukan perbedaan populasi mikroba usus yang sangat mencolok. Makanan manusia purba yang relatif lebih organik dan terbatas ragamnya ternyata menghasilkan bakteri atau mikroba usus yang 40% lebih banyak, lebih beragam ketimbang manusia modern yang ragam makanannya lebih bervariasi. Kostic menyimpulkan makanan era industri telah kehilangan banyak unsur nutrisi yang memungkinkan bakteri usus hidup baik, sehingga lambat laun keberadaan bakteri tersebut punah dan hilang dari kehidupan manusia. Fenomena ini potensial menghasilkan munculnya beragam penyakit yang tidak dikenal di manusia masa lalu.

Temuan ini sejalan dengan tren makan sehat yang akhir-akhir ini marak, menyesuaikan makanan minuman dengan kapasitas kerja sistem cerna. Pelaku makan sehat seperti Food Combining, Alkaline Diet, Raw Food Diet, dan sejenisnya acap mengkonsumsi makanan berdasar kapasitas kerja alamiah manusia. Yaitu sarat dengan makanan berbasis tumbuhan. Kecenderungan untuk mementingkan asupan dalam bentuk segar, juga diperkirakan memberi kontribusi positif pada tata kelola enzim tubuh manusia. Selain itu keberadaan serat serta kemudahan cerna tumbuhan membuat suasana usus menjadi sangat harmonis. Usus harmonis membuat bakteri bisa hidup dalam ekosistem yang baik, yang seimbang. Tidak heran bila mereka yang merawat ususnya dengan menjaga makanan menuai imbas positif, kesehatan serta kualitas kehidupannya juga terjaga. 


Comments

Popular posts from this blog

Tentang Ibu Saya & Kanker Paru-parunya

Salah Diet Ngakunya Healing Crisis

Jatuh Sakit Karena Apa Yang Kita Lakukan