Pelaku vegetarian abal-abalan malah jadi penyakitan

“Mau gak?” Saya menawarkan ayam yang ada di menu jatah nasi kuning pada teman saat selamatan pembukaan kantor kami. “Wah, nggak makasih bos.. Gue vegetarian” Tolaknya sopan. “Wah keren banget!” Sebagai pelaku Food Combining, yang sangat banyak mengkonsumsi sayuran, senang sekali saya, punya anak buah yang sepaham. Di lain waktu saat makan siang bareng, saya menawarkan lalapan yang diambil agak banyakan kepada dia. Eh, dia menggeleng juga. “Gue gak makan gituan” Saya terperangah “Lah katanya elu vegetarian?” Dia menyeringai lebar “Maksudnya gue lebih ke gak makan daging doang sih”

Beberapa tahun kemudian sang teman sekantor ini wafat. Usianya masih tergolong sangat muda. Gagal ginjal penyebabnya. Mayoritas menyalahkan kehidupan seorang jurnalis yang penuh dengan deadline, pencarian berita, proses produksi, dan lain sebagainya yang membuat seseorang mudah jatuh sakit. Seorang rekan yang lain bertanya pada saya, “Mas, padahal kan dia vegetarian? Kok bisa sakit separah gitu?”

Saya hanya bisa tersenyum getir

Edukasi Ilmu Makan Sejak Kecil

Dari kecil kita dicekoki oleh beragam makanan. Dengan juga beragam alasan, supaya cepat besar, supaya sehat, dan lain-lain. Semua itu dilakukan, tapi sayangnya minim sekali edukasi makan yang benar dilakukan. Hampir semua orang tua tahu makan sayuran itu menyehatkan. Tapi saat mereka sendiri tidak mencontohkan, kebanyakan anak dari kecil emoh melihat sayuran ada di piring mereka.

Kebanyakan kita terjebak pada pola pikir, makan daging itu penting bagi kesehatan. Protein hewani mendominasi piramida makanan berguna dengan berada pada posisi teratas. Dengan beragam alasan, status sosial, gengsi, hingga protein hewani menyumbang asam amino essensial terlengkap untuk pembentukan sel. Akhirnya para orang tua berlomba menghadirkan menu daging dalam menu makan mereka sehari-hari.

Tapi beberapa manusia, ada yang terlahir tidak bisa, baca "tidak suka", mengkonsumsi daging. Fenomena ini bila disertai pemahaman, bisa jadi sangat mengacu pada kodrat bahwa sistem cerna manusia relatif lebih pas dengan tumbuh-tumbuhan. Bisa jadi sebenarnya mereka secara insting mematuhi itu. Hanya saja kebanyakan orang tua tidak mengetahui, akibat minimnya edukasi makan sehat, tidak menyukai daging dianggap sebagai petaka.

Karena ketakutan akan petaka tidak mau makan daging tersebut dianggap bisa membuat seorang anak kekurangan gizi, dicarilah penggantinya. Susu, produk turunannya, makanan prosesan, kemasan yang dianggap bergizi dijadikan pengganti. Sejak kecil minimnya edukasi makan membuat seseorang menjadi dewasa dengan masalah akumulatif kesehatan yang serius.


Asal Bukan Daging

Jadilah saat dewasa seseorang yang tidak bisa makan daging mengkonsumsi apapun selama sesuai selera. Bukan lagi kebutuhan. Karena tidak terbiasa dididik makan yang benar. Perlahan dengan semakin kompleksnya budaya kuliner, apapun yang sesuai selera didahulukan.

Ada juga yang sadar bahwa makan daging secara rutin itu tidak baik. Bisa jadi dari sisi kesehatan, penyembuhan penyakit, ada juga yang melihatnya dari sisi tidak ingin menyakiti sesama mahluk hidup. Mereka menjadi gelombang baru orang-orang yang tidak makan daging, selain dari mereka yang memang tidak menyukai sejak lahir.

Konsep “yang penting bukan daging” karena tidak dibekali edukasi kesehatan yang benar, tidak bisa dikonversikan ke sisi kegunaan untuk kesehatan. Yang jelas mereka tidak bisa dikategorikan sebagai vegetarian. Apalagi bila konteks vegetarian dikaitkan dengan upaya mencari kesehatan. 

Orang-orang seperti ini lalu terbiasa mengkonsumsi apapun asal bukan daging, tapi sebenarnya sangat buruk bagi kesehatan. Mereka mengira makan roti, mie, kue kering atau basah, adalah bagian dari menjadi seorang vegetarian. Orang seperti mereka, pelaku vegetarian kelas abal-abal, sebenarnya sedang menimbun masalah sangat serius bagi kesehatan. Apalagi mengingat mereka umumnya dibesarkan juga dengan akumulasi makanan yang sangat tidak sehat. Jadi jangan heran bila vegetarian mereka malah membuat tubuh jadi penyakitan.


Harmoni Kehidupan

Satu hal yang harus dicamkan, untuk menjadi sehat, apa yang kita makan seharusnya sesuai dengan kodrat. Menjadi vegetarian adalah upaya untuk mendapatkan itu semua. Karena sehat adalah akumulasi dari apa yang kita lakukan dari waktu ke waktu. Terutama apa yang kita makan.

Dengan menjadi vegetarian, kita sebenarnya sedang mematuhi harmoni yang diberikan kepada manusia sesuai kodrat dari pencipta. Kita bisa mempelajari, gigi geligi, sistem cerna, fungsi organ, hingga cara kerjanya lebih pas dengan konsep mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan. 

Pentingnya mengkonsumsi makanan kaya enzim dan antioksidan yang berlimpah dalam buah serta sayuran segar, soko guru utama pola makan vegetarian. Betapa tumbuhan itu sarat dengan unsur yang seakan tidak dibutuhkan tapi kaya sekali manfaat bila bisa dikonsumsi, seperti kandungan fitokimia. Semua itu tercakup dalam pola makan vegetarian, tentunya vegetarian yang dilakukan dengan cara benar. Condong ke arah atau menjadi seorang vegetarian, adalah upaya untuk mematuhi harmoni kehidupan.

Bila pemahaman seperti ini dimengerti oleh seseorang seperti almarhum teman saya di awal, bisa jadi klaimnya menjadi seorang vegetarian malah bisa memberinya kesehatan secara hakiki. 

  


Comments

  1. Gimanà cara jadi vegetarian yang benar??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tentu dengan mempelajarinya secara detil. Misalnya ini https://www.sehatq.com/artikel/tak-melulu-makan-sayur-ketahui-jenis-vegetarian-sesuai-pantangan-makanannya

      Lalu lakukan dengan komitmen yang baik. Fokus pada buah dan sayuran segar. Bukan pada makanan olahan vegetarian jadi-jadian

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tentang Ibu Saya & Kanker Paru-parunya

Salah Diet Ngakunya Healing Crisis

Jatuh Sakit Karena Apa Yang Kita Lakukan