Tumbuhan Segar Sumber Energi Kehidupan
Hampir semua orang tahu serta sepakat, buah dan sayuran adalah makanan yang menyehatkan.
Secara naluriah saat manusia sedang sakit semisal, mereka cenderung mencari makanan ringan yang tidak memberatkan tubuh yang sedang sakit, buah-buahan adalah unsur paling populer di sisi ini. Tapi secara esensial, yang tidak banyak disadari, saat mengkonsumsi buah dan sayuran segar, kita sejatinya sedang menyerap energi kehidupan.
Itu sebabnya saat sedang sakit, secara naluriah tubuh memerintahkan untuk mencari energi tambahan untuk membantu penyembuhan, membantu kelangsungan hidup.
Hal ini telah dikenal sejak jaman dahuulu kala, pertapa, orang suci, bahkan beberapa cabang keilmuan spiritual mengisyaratkan tersebut dalam gaya hidup mereka yang hanya mengkonsentrasikan diri mengkonsumsi buah serta tumbuhan yang ada di sekitar kehidupan mereka.
Kalimat menyerap energi kehidupan yang dibawa tumbuhan acap kita dengar dari mereka, tapi tanpa elaborasi lebih lanjut kita menganggap hal itu sebagai hal abstrak.
Energi Kehidupan Itu Nyata
Kini sesuai perjalanan waktu dan perkembangan teknologi kita bisa menggali makna kalimat penyerapan energi kehidupan itu lebih jauh. Lebih konkrit. Contohnya kita mengenal pembagian unsur gizi dalam makanan, air, enzim, lalu mineral, vitamin, serta fitokimia, dan serat.
Semua bagian tersebut memiliki peran vital dalam kehidupan manusia, dan sangat berguna bila dibawa oleh makanan ke dalam tubuh. Kalimat ‘menyerap energi kehidupan’ menjadi lebih konkrit untuk dimengerti.
Sejatinya tumbuh-tumbuhan menggunakan energi mereka untuk hidup. Saat kita mengkonsumsinya, akumulasi energi tersebut masuk ke dalam tubuh, dan bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup. Sepintas kalimat itu terkesan puitis dan abstrak nilai pengertiannya. Tapi dengan pembahasan rumit, kita bisa lebih mengerti sisi konkrit dari kalimat tersebut.Sebagian teori kemudian mengemukakan pendapat bahwa tumbuhan yang memiliki enzim segar untuk kehidupan mereka, bila dikonsumsi akan membuat pemakaian cadangan enzim manusia menjadi lebih efisien. Sehingga energi yang digunakan sehari-hari untuk mensintesa beragam enzim bisa menjadi efektif penggunaannya.
Alokasi energi tersebut bisa dikonversikan menjadi kualitas hidup yang lebih maksimal. Awet muda hingga panjang usia dalam kondisi sehat secara secara maksimal. Hal sama berlaku bagi kandungan antioksidan, mineral, dan lainnya dalam tumbuhan. Dari sini kita bisa memahamai bahwa kalimat energi kehidupan itu nyata, bukan cuma sekedar kalimat puitis yang abstrak.
Belakangan dikemukakan teori lain yang menemukan energi yang digunakan tumbuhan untuk mengubah dirinya dari biji menjadi sebuah tumbuhan, ditandai dengan tumbuhnya kecambah, adalah sebuah fenomena alam berkekuatan dahsyat.
Mengkonsumsi beberapa jenis benih berkecambah tersebut dalam keadaan segar bisa membuat tubuh manusia mengabsorsi energi kehidupan tersebut dan unsur serta reaksi kimiawi yang terjadi di dalamnya secara positif.
Panas Merusak Energi Kehidupan
Sayangnya seiring perjalanan waktu beberapa temuan manusia justru mengeliminir fakta baik tentang harmoni kehidupan ini. Seiring dengan ditemukannya api, manusia mulai mengkonsumsi sesuatu yang tidak sesuai kodrat sistem cernanya dalam jumlah lebih banyak, protein hewani semisal.
Belakangan dengan ditemukannya konsep Pasteurisasi, kita terbiasa membuat segala sesuatu ‘bersih bebas’ dari bakteri, virus, dan parasit. Digunakan panas tinggi untuk mensterilkan segala sesuatu. Tentunya termasuk makanan. Apalagi bila makanan tersebut dikomersilkan. Pemanasan amat mutlak dibutuhkan atas nama higienitas.
Berita buruknya bila itu dilakukan pada tumbuh-tumbuhan, secara pukul rata hampir semua energi hidup akan mati atau hilang dan tidak bisa diserap saat dipanaskan.Itulah alasan utama kenapa menyantap tumbuhan yang ada dalam keadaan segar amat penting bagi kesehatan. Memanaskan membuat energi hidup dalam tumbuhan tersebut akan hilang. Ia akan masuk ke dalam tubuh dalam kondisi kehilangan manfaat terbesarnya, mungkin hanya sekitar 10-15% dari kegunaan sesungguhnya.
Tumbuhan sebagai makanan hidup penuh energi kehidupan berubah menjadi makanan ‘mati’. Bahkan beberapa penelitian, terutama dalam dunia kesehatan naturopati, menemukan makanan mati yang masuk ke dalam tubuh, rentan membuat daya tahan teraktifkan.
Bayangkan apa yang terjadi saat daya tahan tubuh menjadi aktif terlalu sering, hanya karena terpancing saat makan terjadi. Lama kelamaan daya tahan tubuh akan menjadi tidak efektif. Dan bukan tidak mungkin, bila penelitian tersebut benar, daya tahan terlalu aktif tersebut rentan menyerang tubuh sendiri.
Makanlah Tumbuhan Segar Lokal
Semoga paparan tersebut cukup menjelaskan mengapa kini pola makan yang banyak menekankan pada konsumsi tumbuhan, dalam bentuk buah atau sayuran segar, menjadi pola makan yang marak digunakan untuk mendapatkan kesehatan.
Bahkan dalam banyak kasus dijadikan terapi untuk penyakit-penyakit serius, seperti kanker, stroke, gagal ginjal, lever, jantung dan lain sebagainya.
Hanya saja yang menjadi ganjalan bagi mereka yang tinggal di negara tropis seperti Indonesia, seringkali menu pola makan berbasis tumbuhan segar seperti #RawFood, #FoodCombining, #DietAlkaline, dan #PlantBasedDiet mengacu pada menu-menu yang umum ada di negara 4 musim.
Semisal salad yang isinya terdiri dari racikan sayuran yang biasa ditemui di negara-negara tersebut. Padahal sejatinya sebagai negara tropis, apalagi subur seperti Indonesia, tumbuhan yang ada jauh lebih beragam dan karena hanya memiliki musim hujan dan kemarau, nyaris tidak ada batas waktu untuk tumbuhan tersebut dipanen setiap tahunnya.
Lagipula kualitas tumbuhan terkait ketersediaan enzim dan antioksidan amat tergantung pada jarak antara waktu petik dan santap. Semakin pendek semakin baik. Semakin panjang masa petik, semakin berkurang manfaatnya. Terutama bila membicarakan dua unsur sarat guna tersebut.Ketimbang mengkonsumsi aneka ragam salad, dengan racikan sayur negara 4 musim, jauh lebih baik bila kita mengacu pada sayuran segar yang diracik menjadi gado-gado, trancam, pecel, karedok dan lain sebagainya.
Daripada menghabiskan banyak uang untuk membeli buah impor seperti plum, peach, pear, dan lainnya, jauh lebih bermanfaat bila Anda merogoh kocek tidak terlalu dalam dan mendapatkan manfaat melimpah maksimal dari pepaya, jambu air, kesemek, nanas, semangka dan segudang buah lokal yang tumbuh di sekitar.
Comments
Post a Comment