Tetap Menjalani Hidup Berkualitas Walau Usus Sudah Dipotong

Sahabat saya ini bernama Rivo Pamudji, biasa saya panggil Cipong. Kami dibesarkan di lingkungan yang sama, anak Jakarta kawasan Selatan. Di era yang kurang lebih juga sama. Hobi kami pun masih sama, olahraga. Bersepeda terutama! Persamaan antar persamaan ini bisa jadi yang membuat pertemanan kami awet serta berlangsung menahun. 

Satu hari Cipong menghubungi saya via aplikasi pesan, “Bro, gue kanker usus” Tulisnya singkat. Memang mengejutkan saat menerima di awal, tapi kalau diingat-ingat sih ya gak aneh juga, gaya hidupnya memang sedikit rentan mendatangkan penyakit. “Bisa diatasilah, Pong. Selama perubahan pola makannya komit, kanker bisa dikendalikan” Jawab saya membesarkan hatinya. “Siap! Jawaban gini yang gue butuhin” Balasnya.

Itu kejadian lima tahun yang lalu. Puji Tuhan, hingga kini Cipong tetap sehat dan bugar. Walau ia sempat mengalami pasang surut kondisi kesehatan layaknya kebanyakan penderita kanker, tapi beberapa tahun belakangan ini kondisinya baik, bahkan sangat baik. Pada saat bersamaan, belakangan ini saya banyak mendapatkan pertanyaan tentang kanker usus atau masalah pencernaan di areal sama yang membutuhkan operasi pemotongan dan pemakaian kantung stoma, penyimpan kotoran, baik sementara ataupun permanen. 

Akhirnya saya meminta waktu beliau untuk bertemu. Mendengarkan ia berbagi pengalaman pribadi seputar kanker, masalah usus, pemakaian stoma, dan visinya sebagai penyintas.


SEMUA BERGANTUNG MAKANAN HARIAN

Erykar: “Gue banyak dapet pertanyaan terkait pemakaian stoma sebagai pengganti usus besar yang dibuang. Ada yang mengatakan secara persentase harapan hidup pemakai memendek dan kemudian kualitas hidup berkurang drastis”

Cipong: “Itu tergantung sih. Yang pake stoma berintrospeksi mengubah gaya hidupnya gak?”

Erykar: “Maksudnya gaya hidup gimana?”

Cipong: “Ah lu pura-pura gak tau, ya makanannya lah! “

Erykar: “Pan biar informatif”

Cipong: “Dengan mengubah makanan, banyak masalah yang dilaporkan pemakai stoma tidak terjadi. Misalnya, karena diet harian gue banyak mengandung serat dari buah dan sayuran segar. Kotoran yang tertampung di stoma menjadi relatif lebih lunak, padat dan mudah dibuang. Sedangkan saat makanan gue miskin serat, relatif lebih cair dan menyulitkan”

Erykar: “Beda pemakaian stoma temporer dan permanen apa sih?”

Cipong: “Biasanya dari lokasi pemotongan usus besar. Karena punya gue dipotongnya di lokasi atas yang jauh dari anus, setelah 6 bulan stoma bisa dilepas dan usus gue jaringannya sudah menjadi baik, jadi bisa disambung lagi. Kalau lokasi pemotongan ususnya dekat anus, gak gampang nyambungnya. Jadi biasanya stoma yang dipasang permanen”

Erykar: “Tentang anggapan pemakai stoma harapan hidupnya memendek gimana?”


Cipong
: “Gak sih. Waktu gue operasi di negara tetangga. Mereka punya layanan yang unik tapi sangat membantu. Pasca operasi, saat pemulihan. Gue didatengi dua konselor lanjut usia yang merupakan penyintas masalah usus besar. Yang satu pake stoma temporer, dan sudah terjadi 5 tahun lalu. Nah yang satu lagi permanen serta sudah 15 tahun”

Erykar: “Mereka sehat?”

Cipong: “Sangat sehat! Lincah serta enerjik dan berlimpah optimisme dalam menjalani kehidupan. Satu hal yang membuat gue makin yakin dengan edukasi elu, karena mereka mengubah pola makan dan mereka juga menjadi sehat”

Erykar: “Jadi balik lagi ya isunya makan sehat”

Cipong: “Dan itu harus dilakukan konsisten sehari-hari, bukan cuma sekali-sekali. Serta harus dilakukan seumur hidup, di sisa usia yang masih ada”


PENTINGNYA MAKANAN HIDUP

Erykar : “Tadi masalah Stoma dan pilihan makanan elu menarik deh, Pong. Bahwa diet kaya serat memudahkan manajemen kotoran di dalamnya. Sekarang kan kantung buatan itu udah gak dipake. Elu tetep makan buah dan sayuran segar?”

Cipong : (tertawa) “Sok nanya lu ah! Justru udah gak ada stoma, penampungan kotoran kan jadi bergantung pada usus besar. Sementara sebagian usus daerah itu udah gak ada. Diet kaya serat seperti edukasi elu ternyata sangat menguntungkan. Kotoran yang keluar jadi kayak adonan yang relatif 'berbentuk', hingga mudah dikeluarkan”

Erykar: “Efeknya gak enak begitu makannya kurang serat?”

Cipong: “Iya, jadinya cair dan ‘tidak berbentuk’, mirip kayak orang diare. Maklum areal yang dipotong dari usus gue kan bagian terminal yang menghisap cairan dan sisa-sisa nutrisi dari sisa makanan yang akan dibuang. Jadinya berasa banget kalau makanan yang gue konsumsi gak bagus dalam artian miskin serat, langsung keliatan saat buang air besar”

Erykar: “Jadi makanan elu sarat dengan sayuran segar dong? Supaya kaya serat”

Cipong: “Ya kayak khotbah lo selama ini. Gue juga banyak makan buah dengan cara yang elu ajarin”

Erykar: “Ada efek lain yang lu rasakan dari banyaknya makanan berbasis bahan segar? Dalam bentuk buah dan sayuran?”

Cipong: “Jelas! Energi gue kayak selalu terbarukan. Selain nyerap edukasi elu, gue juga banyak browsing tentang pola makan yang disarankan bagi penderita kanker dengan mengusut semangat sama. Gue tertarik sama edukasi Dokter Hyman di Amerika Serikat, apa yang dia paparin sama plek dengan edukasi elu

(Mark Hyman MD, adalah dokter medis yang kini banyak mengilhami gaya hidup sehat natural berbasis vegetarian. Ia pencetus diet Peganism, diet yang mengkombinasikan teknik paleo dan vegan, walau belakangan sering disalah gunakan oleh komunitas diet tinggi protein dan rendah karbohidrat)

Erykar: “Ya, tampilan elu sekarang juga jauh lebih sehat ketimbang beberapa tahun sebelum elu divonis kanker”

Cipong: “Alhamdulilllah ya? Gue percaya banget sama edukasi elu, bahwa kalau ada yang bilang kita tampak tidak sehat ya kita harus percaya bahwa ada yang salah dengan diet kita! Kulit itu merepresentasi apa yang terjadi dalam tubuh, kalau tubuh gak sehat, ya otomatis kulitnya tampak gak sehat. Entah itu pucat, gak bersinar, kusam, ataupun keriput”

Erykar: (tertawa) “Nah elu mulai kedengeran boring kayak gue kalo ngasih edukasi”

Cipong: “Haha! Bodo amat! Gue udah ngerasain banget! Makanan hidup membawa juga energi hidup. Dan itu sangat membantu bagi kesehatan, apalagi penderita kanker atau masalah perut kayak gue. Dulu ngomong energi hidup mungkin akan diketawain. Tapi jaman sekarang kita kenal, enzim dan antioksidan. Dua elemen itu akan mati (rusak) saat makanan terkena panas. Itu inti pemahaman energi hidup yang kita ‘curi’ dari makanan dijaga kesegaran dan kita manfaatkan dalam kehidupan”

Erykar: “Jagoan elu ngibul dari gue kayaknya sekarang?”

Cipong: (tertawa terbahak-bahak) “Bukan gitu bro, masalahnya ilmu kalau benar, dia akan bersifat multi dimensional. Akan nyambung ke masalah lain. Energi hidup akan terkait dengan serat misalnya. Tampilan fisik yang glowing, sehat, awet muda. Nanti nyambung lagi ke masalah probiotik, prebiotik, dan banyak hal lain lagi. Yang semuanya berguna bagi kesehatan. Itu kerennya ilmu yang sejalan dengan kodrat Tuhan.”

Erykar: “Jadi kalau ada ilmu yang tabrakan dengan kodrat? Itu ilmu gak bener dong? Misalnya ada pola makan yang diklaim sehat bikin langsing cepet. Tapi pada efeknya bikin kulit kusam, pucat, keriput, napas bau, susah BAB dan lain sebagainya. Itu diet gak bener? Kan ngelawan kodrat sehat semua”

Cipong: “Sudah pasti! Kebenaran akan terkait satu sama lain. Kalau gak nyambung, pasti gak bener! Elu sama dokter Hyman kan gak kenal satu sama lain, tapi ide kalian bisa sejalan seakan janjian”

Erykar: (dalam hati) dulu di awal malah gak setuju sama konsep diet peganisme yang dia cetuskan

Erykar: “Gue lebih mengacu ke dokter Hiromi Shinya sih”

(Hiromi Shinya adalah seorang dokter Gastroenterologist, penulis beberapa buku best seller terkait sistem cerna, makanan yang tepat, dan gaya hidup alami. Ia juga penemu teknik bedah perut, loop snare wire, yang minim luka, dan rendah resiko)

Cipong: “Sama lu kayak bini gue! Fifi juga dewanya ya si Hiromi itu. Dia menekankan keberadaan makanan hidup adalah segalanya, dan harus selalu ada dalam menu makan keluarga”

(Fifi Aleyda Yahya adalah host terkenal pemandu acara yang membahas beragam topik, termasuk kesehatan, di salah satu televisi swasta nasional)


KOMITMEN ADALAH SEGALANYA

Erykar: “Pong, elu kan operasi dan menangani masalah elu mayoritas di negara sebelah, ada alasan khusus?”

Cipong: “Gue rasa masalah kepandaian ahli kesehatan kita gak kalah. Teknologi juga begitu. Tapi dari hubungan interpersonal, nah itu agak kurang. Apalagi gue kan latar belakangnya psikologi. Demand-nya banyak”

Erykar: “Kenapa?”

Cipong: “Waktu gue divonis pertama kali, cara ahli kesehatannya menyampaikan itu sangat gak empatik dan simpatik. Dia berdiri, bersedekap, mengambil jarak, lalu bilang kondisi gue gak bagus, serta nembak  mau bertanya apa?”

Erykar: “Wow!”

Cipong: “Ya itu! Gue agak emosi waktu diperlakukan kayak itu. Untungnya setelah ditegur, dia mengoreksi dan jadi lebih bersahabat. Tapi gue udah keburu trauma. Perlakuan sebaliknya gue terima di negeri sebelah. Ahli kesehatannya sangat bersahabat, hangat, dan mau menghabiskan banyak waktu untuk menjelaskan apapun sebaik mungkin, sampai gue jelas”

Erykar: “Iya, gue juga sering denger masalah serupa”

Cipong: “Tapi sekarang gue lebih mengintrospeksi diri. Justru kalau ketemu yang gak informatif, ya tugas kita adalah mencari tahu lebih proaktif. Apa susahnya sih jaman sekarang? Internet begitu gampangnya diakses. Orang kayak elu aja contohnya, rutin dan rajin membagi pengetahuan. Kalau pasiennya memang niat sembuh dan semangat hidupnya kuat, dia akan berinisiatif sendiri mencari tahu”

Erykar: “Isu inisiatif ya? Gue juga nemuin orang yang sembuh dari sakit berat biasanya adalah orang yang inisiatifnya tinggi dan punya komitmen kuat, terutama dalam mengubah kebiasaan buruk dan mengadopsi hal yang baik”

Cipong: “Exactly! Komitmen, itu kata yang sangat penting! Lu gak bakalan bisa sembuh dan menikmati hidup kalau komitmen lu lemah. Kalau sakit terus ke dokter, lalu dikasih obat, merasa enakan, terus mengulang gaya hidup sama lagi. Itu sih bukan sembuh, tapi cuma menunda penderitaan yang bakalan datang lebih parah!”

Erykar: “Tapi kemudahan informasi bukannya malah dikeluhkan banyak orang? Membingungkan?”

Cipong: (tertawa) “Itu kan masalah niatan. Mau ikhtiar atau tidak? Mau menggunakan akal budi yang diberikan Tuhan secara maksimal gak? Gue dikasih masalah sama Tuhan, gue berdoa untuk jalan keluar. Gue dikasih kenal sama elu! Dari elu gue dapet pemahaman yang bisa dikembangin ke mana-mana. Nemu dokter Hyman, nemu dokter Shinya, nemu ini dan itu. Ini masalah komitmen dalam menjalani ikhtiar, usaha untuk mencari! Tuhan ngasih modal, akal untuk mencari pengetahuan. Itu kan bagian dari ikhtiar”

Erykar: “Jadi jangan nyalahin ahli kesehatan yang gak kooperatif menjelaskan ya?”

Cipong: “You got my point! Gak dijawab? Gak puas dengan penjelasan? Buka mesin pencari di internet, browsing! Baca, telaah, dan pilih yang benar. Kalau sudah berdoa sih, gue yakin petunjuk Tuhan gak akan salah”

Erykar: “Ya elu orang ber-Tuhan. Gimana dengan orang yang gak percaya Tuhan? Kalo misalnya nyembah gayung?”

Cipong: (tertawa ngakak) “Setahu gue orang ateis itu biasanya kritis dan cermat dalam mengamati. Bisa jadi mereka lebih objektif dalam memilih bukan?”

Erykar: “Ada ketakutan gak, kan pernah dekat dengan kematian. Dan belum tentu ancaman kematian itu sudah meninggalkan?”

Cipong: “Jujur ya. Terutama di awal. Apalagi saat ahli kesehatan konsultan gue di negera sebelah mengatakan peluang menyintas itu sekitar 40%. Ketakutan itu ada”

Erykar: “Menyikapinya bagaimana?”

Cipong: “Itu sebabnya elu orang kedua yang gue kontak, setelah sepupu yang juga penyintas kanker. Gue butuh optimisme! Penguat yang punya visi jelas,  ketimbang cuma sekedar simpati, atau ucapan penghibur tanpa dasar”

Erykar: “Sempat marah sama Tuhan? Banyak penderita penyakit degeneratif berat dan kanker menyalahkan genetik, atau mengatakan ‘ini cobaan’, ‘hadiah dari Tuhan’, ‘hanya untuk orang pilihan’, yang pada kenyataan sebenarnya cuma bentuk cara mencari kambing hitam untuk disalahkan”

Cipong: “Sama sekali nggak. Gue inget edukasi elu kok. Apa yang kita tuai sekarang, adalah apa yang kita lakukan di masa lampau. Gue dulu menjalani banyak faktor hidup yang gak sehat, merokok misalnya”

Erykar: “Ketakutan itu masih ada?”

Cipong: “Hampir semua yang lu saranin gue kerjakan. Gue rajin baca dan cari pengetahuan tentang kesehatan terkait. Gue tetap rajin olahraga. Patuh juga pada pesan lo bahwa dibalik olahraga ada ancaman oksidasi yang harus disikapi. Semua ternyata sejauh ini memberikan hasil terbaik. Kesehatan terjaga dan hidup gue tetap berkualitas. Jadi gak takut lagi”

Erykar: “Iya sih. Tampilan fisik elu juga menguatkan kesan sehat itu. Terlihat sehat dan baik”

(Saya sudah sering sekali bertemu dengan penderita, penyintas, orang yang mengaku menyintas kanker atau penyakit berat lainnya. Ada perbedaan signifikan tampilan fisik antara mereka yang sehat dan tidak sehat)

Cipong: “Gue gak terlalu takut lagi pada kematian. Semua yang hidup pasti menjalani. Klise memang. Tapi gue beneran lebih santai. Misalnya, dulu apa yang akan terjadi pada anak dan istri bila gue gak ada, sempat membuat takut. Tapi sekarang gue sadar, Tuhan pasti akan memberikan jalan. Mereka pada akhirnya akan move on dengan kehidupannya, dengan atau tanpa gue. Semua punya porsi masing-masing, jalani saja sebaik mungkin”

Erykar: “Termasuk menyikapi pertanyaan, sudah ikhtiar hidup sehat tapi masih sakit, atau bahkan mati, juga?”

Cipong: (Tertawa) Bah! Itu lagi! Ini bukan sekedar tujuan akhir. Bukan masalah destinasi, tapi proses dalam menjalani. Komitmen gue mengarungi upaya hidup sehat gara-gara penyakit yang muncul akibat serentetan kesalahan di masa lalu. Itu yang harus dinikmati dan dianggap sebagai sebuah pencapaian”

Erykar: “Bener juga, so far elu tetep produktif, tetep olahraga, sepedaan kemana-mana, walau ‘pelan’. Gak kayak anak sepeda jaman sekarang tujuannya kudu ngebut dan jauh” (kalimat penutup sambil ngedip jail)

Cipong: (tertawa tergelak-gelak) “Haha! Ya bener kata lu selama ini, hidup berkualitas! Selama patuh pada komitmen, hidup gue baik-baik aja. Ke depan Tuhan akan menentukan, tapi ikhtiar ada di tangan gue

Erykar: “Ok, thanks Pong atas waktunya”

Cipong: “Anytime, kalau lu ada pertanyaan lagi kita ngobrol-ngobrol aja. Waktu gue akan selalu ada”


Comments

Popular posts from this blog

Tentang Ibu Saya & Kanker Paru-parunya

Salah Diet Ngakunya Healing Crisis

Jatuh Sakit Karena Apa Yang Kita Lakukan